Makna dan Konsep Shinu dalam Budaya Jepang


Shinu in Japan

Shinu merupakan sebuah kata dalam bahasa Jepang yang berarti “kematian”. Namun, dalam budaya Jepang, makna dan konsep dari Shinu jauh lebih kompleks daripada sekadar arti kata yang simpel. Shinu dipandang sebagai bagian dari kehidupan yang harus diterima dan disikapi dengan sikap hormat, bukan sebagai sesuatu yang harus ditakuti atau dihindari.

Di Jepang, sikap hormat terhadap Shinu erat kaitannya dengan konsep kehidupan dan kematian yang dikenal sebagai “Inochi” dan “Makoto”, yang berarti kehidupan yang sejati dan berkarakter. Inochi dan Makoto mengajarkan bahwa hidup sejati adalah hidup yang menerima kematian sebagai bagian tak terhindarkan dari kehidupan, dan meresapi setiap momen hidup dengan penuh kesadaran dan keberanian.

Sikap hormat terhadap Shinu juga tercermin dalam adat-adat pemakaman yang berbeda di Jepang, seperti upacara pemakaman Shinto yang menekankan pada penghormatan terhadap arwah orang yang meninggal serta persiapan yang menyeluruh untuk menyambut kedatangan arwah tersebut ke alam roh. Proses persiapan pemakaman ini juga melibatkan keluarga dan kerabat untuk ikut terlibat secara langsung, sebagai bagian dari upaya untuk melepaskan diri dari kesedihan dan membuka diri pada pengalaman hidup baru.

Namun, konsep Shinu juga tidak lepas dari pengaruh agama, seperti Buddhisme. Di dalam Buddhisme, kematian dipandang sebagai bagian dari perjalanan mencapai pencerahan atau “Nirvana”. Oleh karena itu, sikap hormat terhadap Shinu termasuk dalam upaya mengembangkan kesadaran spiritual dan perjalanan menuju Nirvana.

Secara umum, Shinu mengandung makna dan konsep yang berbeda-beda dalam budaya Jepang. Namun, semua konsep tersebut menekankan pada pentingnya sikap hormat dan kedalaman penghormatan terhadap kematian sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dengan memahami dan menghargai konsep Shinu dalam budaya Jepang, kita dapat belajar lebih banyak tentang nilai-nilai universal yang terkait dengan hidup dan kematian, serta mengembangkan cara pandang yang lebih positif dan bijaksana terhadap kematian dalam kehidupan kita sehari-hari.

Filosofi Kematian dalam Kehidupan Masyarakat Jepang


Kematian di Jepang

Kematian telah lama menjadi subjek yang dianggap tabu dalam kebudayaan Barat, tetapi di Jepang, kematian bukanlah topik yang dihindari. Sebaliknya, kematian dilihat sebagai bagian dari kehidupan yang harus diterima dan dihormati. Budaya kematian Jepang, atau shi-kou-jou-ju, mengajarkan bahwa tantangan dan kesulitan dalam hidup harus diterima sebagai bagian dari pengalaman kehidupan yang menyeluruh. Oleh karena itu, kematian di Jepang dianggap sebagai perjalanan spiritual yang harus dihadapi dengan penuh perhatian dan persiapan.

Upacara kematian di Jepang

Di Jepang, upacara kematian memiliki banyak makna dan simbolisme yang kuat. Seseorang yang meninggal dianggap telah mengubah bentuk mereka dari manusia menjadi dewa, dan orang Jepang percaya bahwa jiwa orang yang telah meninggal ada di hadapan mereka selama beberapa waktu setelah kematian. Oleh karena itu, keluarga mati mengadakan upacara kematian yang panjang dan rumit untuk menunjukkan penghargaan dan menghormati roh orang yang telah meninggal.

Orang Jepang juga sangat menekankan cara upacara kematian diselenggarakan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan, seperti mempersiapkan makanan dan hadiah untuk orang yang menghadiri upacara, menjaga agar kepala keluarga bersikap tenang dan terkontrol, serta memperhatikan semua detail dalam upacara. Ada juga tradisi untuk memakai pakaian serba hitam, yang melambangkan kesedihan dan menghormati jenazah.

Kematian sebagai bagian dari kehidupan

Konsep kematian sebagai bagian dari kehidupan di Jepang juga tercermin dalam seni mereka. Salah satu contoh seni yang terkenal di Jepang adalah ikebana, seni aransemen bunga yang melambangkan kehidupan dan keindahan dalam semua bentuknya, bahkan dalam kematian. Bunga yang digunakan untuk upacara kematian sering kali dipilih dengan cermat untuk melambangkan kesedihan dan masa berkabung.

Selain itu, kesadaran akan kematian di Jepang juga tercermin dalam bentuk-bentuk jalanan, seperti kuil dan pagoda. Kuil dan pagoda ini diciptakan sebagai tempat pemujaan dan meditasi bagi orang-orang yang ingin merenungkan kehidupan dan kematian.

Kematian sebagai kesadaran akan kehidupan

Melalui budaya kematian Jepang, masyarakat di Jepang membuktikan bahwa mereka memiliki kesadaran yang kuat tentang pentingnya kehidupan. Bahwa kesadaran ini mendorong orang Jepang untuk hidup dengan cara berbeda – tidak takut untik berbicara tentang kematian dan mempersiapkan diri dengan baik dalam menghadapinya menjadi bagian dari filosofi mereka. Dalam hal ini, kita bisa mengambil banyak nilai yang positif dari budaya kematian Jepang, yaitu kesadaran akan kematian yang dianggap sebagai bagian dari kehidupan dan bukan tabu.

Shinu dalam Seni dan Mitologi Jepang


Shinu dalam Seni dan Mitologi Jepang

Shinu, atau “kematian” dalam Bahasa Jepang, memiliki peran yang sangat penting dalam seni dan mitologi Jepang. Selain menjadi simbol alamiah dari siklus kehidupan manusia, ia juga memiliki makna yang lebih kuat sebagai representasi dari keadilan dan keutamaan moral. Kehadiran Shinu juga sering digambarkan pada berbagai karya seni dan gambar dalam budaya Jepang. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana Shinu hadir dalam seni dan mitologi Jepang.

1. Shinigami (神 秘), Dewa Kematian


Shinigami Dewa Kematian

Dalam mitologi Jepang, Shinigami adalah dewa kematian yang bertugas untuk mengambil nyawa manusia. Mereka dikenal sebagai (kami no moto), atau “dasar keberadaan” di antara para dewa di Jepang. Konon, beberapa dewa kematian tersebut sering terlihat di sekitar lokasi bunuh diri. Sehingga dewa tersebut digambarkan dalam bentuk sosok yang menyeramkan dan misterius. Namun tidak selalu mengerikan, mereka terkadang juga disebutkan sebagai makhluk jenaka dan dapat bertindak baik atau buruk terhadap manusia.

2. Kematian pada Topeng Noh


Kematian pada Topeng Noh

Topeng Noh adalah salah satu seni tradisional Jepang yang populer. Topeng tersebut memiliki beragam makna dan bermacam-macam jenisnya, yang salah satunya berhubungan dengan kehidupan dan kematian. Salah satu topeng Noh terkenal, menampilkan kematian sebagai wajah tapa. Topeng itu mewakili separuh dari pasangan anak panah, dan membentuk adegan yang singkat tentang betapa cepatnya kematian dapat datang menghampiri kita.

3. Shinu dalam Tato Jepang Traditional


Shinu dalam Tato Jepang Traditional

Tato atau seni merajah tubuh, menjadi salah satu bentuk kesenian yang cukup popular sekarang ini. Dan Jepang dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki seni tato paling keren di dunia. Sejumlah desain atau gambar tato tradisional Jepang melakukan representasi Shinu atau kematian. Imajinasi dari kematian yang sering terlihat pada tato Jepang tradisional terkadang memiliki makna khusus untuk mereka yang membuatnya. Misalnya, desain tengkorak besar di wajah yang adalah bagian dari gaya tato Yakuza, biasanya mewakili sebuah keberanian dalam mengejar kesuksesan di masa depan, tanpa takut pada risiko apa pun yang mungkin terjadi pada diri mereka.

4. Ikiru, Kisah Tentang Hidup Setelah Kematian


Ikiru, Kisah Tentang Hidup Setelah Kematian

“Ikiru” (かぎりない 人生) adalah sebuah film klasik Jepang dari tahun 1952 dengan sutradara Akira Kurosawa. Film ini bercerita tentang seorang pejabat pemerintahan yang menemukan bahwa dirinya terkena penyakit kanker parah, membuat ia merenungi kembali arti hidupnya dan akhirnya dekat dengan Shinu itu sendiri. Meski pada akhirnya ia meninggal, Kisah ini membuat penonton terus merenungi makna sebenarnya dari keadaan hidup di dunia ini, Dan menginspirasi banyak orang untuk hidup dengan penuh arti.

5. Shinu sebagai Pelindung Keluarga


Shinu sebagai Pelindung Keluarga

Beberapa keluarga di Jepang memiliki segel yang mewakili Shinu, atau kematian sebagai pelindung keluarga. Ada juga keluarga yang melukis gambar Shinu dengan berbagai gaya dan genre, sebagai cara untuk merenungi kematian dan menjaga ikatan keluarga tetap erat. Misalnya, dalam Shintoisme, sebuah agama tradisional Jepang, ada upacara keagamaan yang disebut “Shinu no Shiki” atau upacara kematian yang diadakan untuk orang yang meninggal di Jepang. Upacara ini sering diikuti oleh keluarga dan kerabat dekat untuk mendoakan orang yang telah meninggal agar diterima di kehidupan setelah kematian.

Dalam seni dan mitologi Jepang, Shinu digambarkan dalam beragam bentuk dan memiliki makna yang bervariasi tergantung pada konteksnya. Namun, secara umum Shinu diasosiasikan dengan siklus kehidupan manusia, dan dapat menjadi pengingat bagi kita untuk hidup dengan bijaksana dan menghargai setiap momen yang kita miliki.

Cara Kerja Ritual Pemakaman di Jepang


Cara Kerja Ritual Pemakaman di Jepang

Indonesia dan Jepang memiliki ritual pemakaman yang sangat berbeda. Di Jepang, pemakaman menjadi bagian yang sangat penting dalam budaya mereka dan dilakukan dengan cara yang sangat terorganisir dan teratur. Berikut adalah beberapa cara kerja ritual pemakaman di Jepang:

1. Persiapan Jenazah

Setelah seseorang meninggal dunia di Jepang, anggota keluarga akan memanggil rumah sakit untuk memeriksa kondisi jenazah. Setelah itu, petugas pemakaman akan datang dan mengambil jenazah untuk dipersiapkan. Jenazah yang diambil akan dicuci dengan baik dan dijemur di bawah matahari selama satu atau dua hari. Proses ini dikenal sebagai “yushi” dan dirancang untuk membuang semua darah dari tubuh. Setelah yushi selesai, jenazah akan dikebumikan dalam setelan baju tradisional Jepang yang disebut “kimono”.

2. Upacara Pemakaman

Setelah persiapan jenazah selesai, upacara pemakaman akan dilakukan di kuil atau tempat yang ditentukan. Di sana, keluarga akan duduk di depan altar, yang biasanya adalah gambar dari orang yang telah meninggal, dan mendoakan untuk jenazah. Setelah upacara selesai, orang yang hadir akan menyampaikan karangan bunga dan memohon doa untuk orang yang telah meninggal itu.

3. Penguburan

Setelah upacara pemakaman, jenazah akan diantar ke tempat penguburan. Di Jepang, penguburan biasanya dilakukan dengan cara mengubur jenazah di dalam “ohaka”, sebuah nama untuk kuburan. Kuburan ini biasanya terletak di tempat yang luas dan penuh dengan tanaman hijau yang indah. Setelah penguburan, keluarga akan melayat dan berdoa sambil membawa bunga segar ke kuburan tersebut.

4. Perayaan Hari Kematian

Perayaan Hari Kematian Jepang

Perayaan hari kematian di Jepang dikenal sebagai “Obon”. Perayaan ini biasanya dilakukan pada bulan Agustus dan bertujuan untuk memuliakan orang yang telah meninggal dunia. Selama perayaan ini, orang Jepang akan mengunjungi kuburan orang yang telah meninggal dan menyalakan lilin di sana. Mereka juga meletakkan buah dan makanan lainnya di atas altar.

Salah satu tradisi Obon yang penting adalah “Bon Odori”, tarian yang dilakukan selama perayaan tersebut. Tarian ini dilakukan dengan gerakan melingkar ke arah kiri atau kanan, mengikuti irama musik. Tarian ini dianggap menyenangkan dan dapat membantu orang yang telah meninggal merasa gembira.

Semua proses pemakaman di Jepang dilakukan dengan sangat teratur dan melakukan ini dianggap menjadi bentuk penghormatan terhadap orang yang telah meninggal. Meskipun mungkin berbeda dari ritual di Indonesia, tradisi di Jepang sangat kaya dan unik.

Perbedaan Perilaku dalam Menghadapi Kematian antara Jepang dan Negara Lainnya


Perbedaan Perilaku dalam Menghadapi Kematian antara Jepang dan Negara Lainnya

Setiap negara memiliki budaya dan kepercayaan yang berbeda saat menghadapi kematian. Di Indonesia, umumnya orang-orang Islam akan tetap tenang dan berdoa ketika menghadapi ajal. Sementara di Jepang, mereka memiliki tradisi shinu yang sangat khas.

Shinu adalah bahasa Jepang yang berarti “mati” atau “kematian”. Di Jepang, pengalaman kematian sangat kuat, sehingga masyarakatnya lebih terfokus pada persiapan kematian daripada tindakan kelangsungan hidup. Shinu juga menjadi sebuah kehormatan bagi keluarga dan kerabat untuk merayakan kehidupan seseorang yang telah berjuang dan hidup dengan baik. Untuk merayakan hidup mereka, keluarga dan kerabat akan memilih barang-barang yang dibuat khusus sebagai tanda penghormatan untuk orang yang telah meninggal.

Ketika seseorang sakit di Jepang dan dinyatakan tidak bisa disembuhkan, maka keluarga akan melakukan hal yang sangat penting dalam budaya shinu, yaitu mempersiapkan semuanya dengan cermat. Semua tindakan persiapan ini dimaksudkan untuk membungkus proses kematian dengan penuh rasa hormat. Mulai dari menentukan lokasi, mengumpulkan keluarga yang jauh, hingga mempersiapkan kebutuhan saat pemakaman.

Selanjutnya, keluarga akan mempersiapkan ritual dalam rangka memberikan penghormatan terakhir. Ritual-ritual tersebut antara lain yaitu memajang foto almarhum, menyalakan lilin, memutar musik khusus, melepas bunga, menyajikan makanan dan minuman favorit almarhum, dan terakhir, menyerahkan persembahan terakhir.

Inilah perbedaan perilaku menghadapi kematian antara Jepang dan negara-negara lain. Warganegara Indonesia umumnya lebih fokus pada upacara adat dan tradisi agama saat menghadapi kematian, sementara di Jepang tradisi shinu sangat kuat dan teratur dalam rangka menghormati kehidupan seseorang yang telah berjuang dan hidup dengan baik.

Jadi, apapun budaya atau keyakinan yang dimiliki, menghadapi kematian tetaplah sebuah hal yang sama beratnya bagi siapa saja. Namun, dengan menerapkan persiapan dan upacara teratur dalam menghadapi kematian, proses kesedihan dan perpisahan akan bisa dipenuhi dengan kesederhanaan dan kekuatan spiritual, dan tidak terlalu kacau.

Iklan