Peran anggota keluarga dalam menjaga nama baik keluarga

 

Peran anggota keluarga dalam menjaga reputasi/ image/ nama baik keluarga sewajarnya dilakukan oleh seluruh anggota keluarga sekaligus. Tidak hanya ayah saja, tetapi ibunya tidak; atau orang tuanya saja tetapi anaknya tidak. Semuanya memiliki peran yang sama dalam menjaga nama baik keluarga. Ini adalah peran anggota keluarga yang merupakan simbol ikatan batin yang kuat dan upaya menjaga harga diri dimana idealnya seluruh anggota keluarga tidak ingin jatuh martabatnya di hadapan orang lain.

Nama baik/ harga diri/ reputasi adalah sesuatu yang abstrak yang terletak dalam hati masing-masing individu. Di dalam hati terletak rasa malu, rasa bangga, rasa bahagia, rasa haru, dan bahkan rasa mendendam saat nama baik jatuh akibat peran anggota keluarga yang tidak dilakukan dengan baik. Tidak heran jika akhir-akhir ini sering kita saksikan berita di televisi dimana artis saling tuntut karena pencemaran nama baik.

Sepenting itulah nama baik!. Saat tidak ada penyebab yang mengusik nama baik, sepertinya nama baik ini tidak nyata. Namun, saat sekali saja nama baik itu dicemari entah oleh anggota keluarga sendiri, maupun karena ulah pihak luar, nama baik akan jadi taruhan. Dampak dari tercemarnya nama baik ini cukup ekstrem. Sebut saja Anda tidak akan berani keluar rumah karena banyaknya cibiran. Noda hitam yang melekat pada diri tidak akan sembuh dengan mudah dan masyarakat akan mengingatnya sampai kapanpun. Secara tidak langsung, kitapun akan merasa terasing secara sosial.

Apa saja yang menyebabkan jatuhnya nama baik itu? singkatnya, perilaku yang berpotensi menjatuhkan nama baik keluarga adalah perilaku yang melanggar nilai, norma, dan aturan yang ada dalam agama, dan dalam tradisi masyarakat setempat. Agama dan tradisi mengatur bagaimana kehidupan berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya.

Namun saat Anda memilih melanggarnya atas nama kebebasan misalnya, berarti Anda harus bersiap untuk menerima sanksi yang tegas dari masyarakat dan bahkan dari penegak hukum sekalipun. Pelanggaran yang dilakukan itu sifatnya berlapis, bertingkat. Mulai dari yang paling sepele hingga yang bekasnya tidak bisa dihilangkan dengan kebaikan apapun.

Sebut saja mereka yang hobby berkata jorok, rutin mencuri, suka menyakiti hati orang lain, senang selingkuh, dan bahkan berzina. Mari kuatkan benteng pertahanan untuk menjaga nama baik keluarga dengan menjalankan peran anggota keluarga berikut ini. Siapa lagi yang akan menjaga nama baik keluarga, jika bukan Anda!

1.    Menjaga hubungan baik dengan Tuhan, keluarga, dan sesama

Pertama-tama, hubungan yang harus dijaga kualitasnya dengan sebaik-baiknya adalah hubungan ketuhanan. Anda harus memiliki perlindungan spiritual yang kuat agar tidak sampai berbuat keji dan mungkar. Caranya adalah dengan memperbanyak ibadah kepadanya, menjalankan rukun iman dan rukun Islam, patuh pada perintah-Nya dan menjauhi larangannya.

Agama tidak pernah mengajarkan untuk berbuat buruk kepada orang lain. Bahkan, dalam kekejaman yang dilakukan orang lain kepada kita sekalipun, agama tetap menganjurkan untuk mendoakannya agar yang bersangkutan segera mendapatkan hidayah. Ingat, saat Anda ingin berbuat hal-hal negatif yang menjatuhkan nama baik, ada Alloh yang Maha Mengawasi gerak gerik, entah dalam keramaian atau dalam kesepian di sudut bumi paling terpencil sekalipun.

Terus menerus menjalani hubungan vertical dan mengesampingkan interaksi dengan keluarga pun  bukan hal yang baik. Mereka yang hanya fokus pada urusan ketuhanan saja, tanpa menjalankan kewajibannya sebagai manusia yang memiliki peranan dalam rumah tangga, akan jatuh pula nama baiknya dalam masyarakat. Kita mungkin sering mendengar cibiran seperti ini “sholat terus, anak istri dibiarin nggak makan, orang macam apa itu!”.  Jatuhlah nama baik keluarga. Dalam cibiran tersebut tersirat adanya sesuatu yang tidak harmonis dalam keluarga yang dibina.

Hubungan baik dengan Tuhan dan dengan keluarga dijaga, tetapi tidak baik dengan masyarakat bukanlah simbol kehidupan yang ideal. Ibadah tidak hanya ritual wajib semata, namun bermasyarakat adalah salah satu bentuk ibadah yang akan mendatangkan berkah, dan ridho Alloh dalam menjalani siklus kehidupan.

Saat Anda memilih hidup eksklusif, dengan mengurung diri, keluar hanya untuk bekerja, lalu pulang saat lelah, akankah Anda memiliki relasi yang bagus dengan masyarakat?. Yang jelas nama baik keluarga akan jadi taruhan karena masyarakat akan menjuluki keluarga kita sebagai keluarga yang “anti masyarakat, anti sosial, sombong, angkuh, dan tidak mau bekerjasama”. Nama baik keluarga lagi-lagi menjadi taruhannya.

Untuk itu, mari belajar menjadi pribadi yang kontekstual dengan menjalankan peran anggota keluarga dengan sebaik-baiknya. Pribadi kontekstual adalah pribadi yang tau tempat dan tau waktu, apa yang sebaiknya dilakukan saat berada disini, dan apa yang seharusnya dikerjakan saat berada disitu; Apa yang sebaiknya dilakukan pada saat ini, dan apa yang seharusnya dikerjakan pada saat itu.

2.   Membiasakan berbicara yang baik

Peran anggota keluarga yang mudah dilakukan dan menjadi identitas pribadi adalah senantiasa berbicara yang baik. Jikapun tidak bisa berbicara yang baik, lebih baik diamlah. Bicara yang baik berarti bebas dari pilihan diksi yang kotor dan tidak menyakiti. Pilihan diksi yang kotor yang diucapkan dan menjadi kebiasaan akan berpengaruh pada aura wajah dan menurunkan martabat pribadi dan keluarga.

Dan, meski kata-kata yang diucapkan tidak kotor, namun berisi sindiran dan hal yang menyakitkan hati pendengarnya, kata-kata tersebut tidak lagi baik. Biasanya, masyarakat akan merespond akhaqul mazmumah ini dengan mengatakan,

“Duh, ibu itu ya ngomongnya jorok banget, suka nyakitin orang lagi kalo lagi ngumpul”. Lalu saat anak dari ibu itu memiliki karakter bicara yang sama seperti ibunya, masyarakat akan kembali berkomentar,

“Pantesan ya, anaknya ibu itu, buah jatuh nggak jauh dari pohonnya, sama aja kelakuannya!”. Jika sudah begini, siapa yang akan menyelamatkan nama baik keluarga?. Biasakan peran anggota keluarga untuk senantiasa berbicara baik mulai dari kediaman masing-masing.

3.   Bertingkah laku yang baik

Tidak hanya perkataan baik yang wajib dijaga, tingkah laku yang baik pun wajib dipraktikkan dalam berkeluarga dan bermasyarakat. Orang Jawa sering menyebutnya dengan unggah ungguh, tata krama yang merupakan identitas baik tidaknya etika seseorang. Penghormatan dari orang lain umumnya didapatkan dari sopan santun yang kita tebar saat berada di tengah-tengah masyarakat. Coba Anda bayangkan, saat ada orang tua yang sedang berjalan, lalu anak Anda mengendarai sepeda motor kencang-kencang sambil bermain gas, apa komentar masyarakat?,

“ Anak siapa itu? nggak tau aturan!”. Tingkah laku yang baik yang pada akhirnya bisa ter-internalisasi dalam hati dan dijalankan dalam kehidupan sehari-hari tidak lepas dari usaha keras keluarga untuk mewujudkan karakter tersebut pada diri anak sejak dini. Peran anggota keluarga ini bisa Anda biasakan memberikan tauladan dan pengarahan pada seluruh anggota keluarga.

4.   Senantiasa berfikir positif

Positive thinking luar biasa dampaknya bagi pribadi yang menerapkannya. Ya, berfikir positif bukanlah sifat genetik yang tidak bisa dipelajari. Anda bisa menerapkan positive thinking ini dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal yang paling kecil hingga saat berinteraksi dengan masyarakat. Jika saat ini Anda rasa masih sering berfikir negatif, maka berhentilah dan belajar membiasakan diri berfikir positif.

“Aku sesuai prasangka hambaku, maka berprasangkalah baik padaku”, seperti itulah Alloh memerintahkan agar hamba-Nya senantiasa berfikir positif pada takdir yang akan diberikan atasnya. Berpikir positif identik dengan prasangka baik. Sebaliknya, berfikir negatif identik dengan prasangka buruk.

Coba Anda bayangkan, saat ada tetangga yang membeli rumah baru lalu Anda berkomentar,

“Oh, itu pasti punya pesugihan”. Bagaimana perasaan tetangga? Atau, saat ada anak tetangga yang tiba-tiba menikah lalu komentar yang kita ucapkan “idih, pasti deh married by accident” bagaimana pihak keluarga yang mendengarkannya? Sudah pasti sakit hati!

Lalu, bagaimana masyarakat menyebut orang yang suka berfikir negatif seperti ini? salah satunya adalah “Oh, dasar keluarganya Pak X itu ya, bawaannya nething melulu, prasangka jelek aja yang diduluin, awas lho lama-lama kena hipertensi gara-gara kebanyakan nyakitin orang”. Ada julukan jelek disitu dan ada doa orang terdholimi pula didalamnya. Hati-hati Alloh akan mengijabahi doanya dan alampun akan merespon karakter buruk Anda.

5.   Tidak mudah menceritakan pencapaian apalagi pada mereka yang status sosialnya lebih rendah

Sungguh, kompetisi yang paling sengit saat ini adalah kompetisi dalam hal materi dan pangkat profesi, sesekali wanita cantik sebagai pasangan menjadi selingan. Masjid dan tempat beribadah mulai banyak yang kosong, ritual agama disepelekan, ngaji ditinggalkan, kasih sayang dan menghargai sesama tidak lagi menjadi orientasi.

Saat seseorang sampai pada titik kulminasi cita-citanya, menjadi dokter lah, menjadi keluarga kerajaan lah, menjadi artis lah, yang harus tetap dijaga adalah sikapnya pada Tuhan, pada orang tua dan pada orang lain. Seringkali, saat kita bersanding dengan orang yang dulunya sopan saat bertutur, saat ini berubah drastis karena pencapaiannya. Mereka menceritakan kekayaan materialnya berupa sawah, pekarangan, tambak, dan sebagainya. Tidak lupa mereka infokan bahwa anak-anak mereka kuliah di universitas bonafit dalam dan luar negeri, tabungan sekian miliar, gaji suami sekian puluh juta, dan mobil pun hampir tiap hari ganti. Untuk apa? Untuk pamer pada orang lain yang bahkan secara status sosial tidak seimbang dengannya.

Bagaimana tanggapan orang lain yang diajak bicara itu? sangat mungkin hatinya terluka, dan bahkan mengumpat takdir tuhan yang dirasa tidak adil padanya. Untuk itu, mari menjadi kaya yang elegan, yang tetap membumi, yang tetap taat beragama, yang tetap mencintai tetangga, dan hobby sedekah. Jika tidak, cap bahwa Anda adalah pribadi yang sombong tidak lagi bisa dihindari. Nama baik siapa yang akan tercemar jika sudah begini?

6.   Tidak mengukur orang lain dengan sudut pandang diri sendiri

Sangat tidak bijak jika Anda yang kebetulan berada, memandang orang lain dengan sudut pandang Anda. Ini namanya Anda tidak pengertian. Semisal Anda membeli mobil fortuner, lalu tetangga hanya bisa membeli sedan second dengan harga 30 juta, lantas Anda nyeletuk “enak-an beli fortuner lho kayak aku”, sudah pasti yang mendengar celetukan itu hatinya akan terluka, dan enggan mendekati Anda, apalagi jika saban hari yang Anda katakan hanya seputar materi saja.

Bagaimana masyarakat menyebut tipikal orang yang seperti ini?  salah satunya seperti ini, “Keluarganya bapak X itu ya, kalo ngomong suka bikin orang nelangsa, iya kita tau kok kalau dia kaya, tapi nggak gitu juga kali kalo sama orang. Masa’ ya semua orang disuruh beli kayak punya dia, rejeki orang kan nggak sama”.

Sikap-sikap diatas, jika Anda terapkan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari akan membantu menjaga nama baik keluarga. Peran anggota keluarga yang dijalankan sepenuh hati sangat penting disini. Bersikaplah baik pada sesama, berbuatlah baik pada sesama, ingat Tuhan pada setiap kesempatan, dan ingatlah pemutus kenikmatan yang sejati, yaitu kematian. Yang berasal dari-Nya, akan kembali pada-Nya.

baca juga

Deskripsi tentang keluarga dari berbagai sudut pandang

Iklan