Asal Usul Nama-nama Bulan dalam Bahasa Jepang


Nama-nama Bulan dalam Bahasa Jepang

Bulan menjadi salah satu objek langit yang paling disukai di dunia. Berbagai kebudayaan di dunia memiliki cara tersendiri untuk menyebut setiap bulan. Di Jepang, setiap bulan memiliki nama yang sangat berbeda dari bulan pada umumnya. Nama-nama bulan dalam bahasa Jepang diambil dari peristiwa alam yang terjadi pada saat itu atau peristiwa sejarah. Artinya, nama-nama bulan di Jepang sangatlah unik dan memiliki cerita atau makna di baliknya.

Pertama, terdapat “Mutsuki” atau bulan pertama pada kalender Jepang. Nama Mutsuki berasal dari kata “Mutsu”, yang merupakan sebutan untuk wilayah Tohoku. Pada zaman dulu, di wilayah Tohoku, bulan pertama sering kali dianggap sebagai bulan yang membawa cuaca buruk, karena masih musim dingin dan sering turun salju. Nama Mutsuki juga melambangkan awal musim semi.

Selanjutnya, ada “Kisaragi” atau bulan kedua pada kalender Jepang. Nama Kisaragi berarti “pemotong kayu.” Kisaragi merupakan bulan di mana orang-orang di wilayah Jepang mulai memotong kayu untuk membuat peralatan dan perabotan untuk menyambut musim semi. Bulan ini juga melambangkan awal musim semi dan menandai akhir dingin yang panjang.

Bulan ketiga dalam kalender Jepang disebut “Yayoi.” Yayoi berasal dari kata “Yayauhui.” Yayauhui adalah tradisi pertanian yang dilakukan untuk memberikan penghormatan pada dewa pertanian yang dipenuhi kepompong. Pada zaman dulu, orang-orang di wilayah Jepang melemparkan kepompong dalam sungai atau laut sebagai tanda syukur karena panen yang baik. Nama Yayoi juga melambangkan awal musim semi dan saat para petani mulai menanam tanaman mereka.

Bulan keempat pada kalender Jepang disebut “Uzuki.” Uzuki berasal dari kata “Uzumaki,” yang berarti pusaran. Pada bulan Uzuki, angin bertiup kencang dan membuat air laut terlihat seperti pusaran air. Uzuki juga melambangkan awal musim panas dan saat bunga-bunga mekar di seluruh wilayah Jepang.

Bulan kelima di Jepang disebut “Satsuki.” Satsuki berasal dari kata “Satsugaikusa,” yaitu sejenis bunga yang sering mekar pada bulan ini. Bulan Satsuki juga menandakan awal musim panas dan cuaca yang semakin hangat.

Bulan keenam pada kalender Jepang disebut “Minazuki.” Nama ini berasal dari minamizu, yaitu air yang dibuat dari beras ketan. Pada zaman dulu, minamizu sering dikonsumsi sebagai minuman karena dianggap bisa membantu melawan panas. Bulan ini juga menandakan pertengahan musim panas dan saat pertanian mulai memasuki masa panen.

Bulan ketujuh di Jepang disebut “Fumizuki.” Fumizuki berasal dari kata “Fumikae,” yang berarti berbelok arah. Bulan ini melambangkan akhir musim panas dan saat orang-orang mempersiapkan diri untuk musim gugur. Fumizuki juga menjadi bulan di mana orang-orang membuat persiapan untuk mendapatkan barang-barang baru atau membeli baju baru untuk menyambut musim yang baru.

Bulan ke-delapan pada kalender Jepang disebut “Hazuki.” Hazuki berasal dari kata “Hazuki,” yaitu sejenis tumbuhan yang sering tumbuh pada musim gugur. Hazuki juga melambangkan awal musim gugur dan saat orang-orang melakukan persiapan untuk menyambut musim dingin yang akan datang.

Bulan ke-sembilan pada kalender Jepang disebut “Nagatsuki.” Nama ini berasal dari kata “Nagasu,” yang berarti aliran air. Pada bulan ini, sungai di seluruh wilayah Jepang akan mulai mengalir dengan deras. Nagatsuki juga melambangkan pertengahan musim gugur dan saat orang-orang mulai mempersiapkan persiapan untuk menghadapi musim dingin.

Bulan ke-sepuluh disebut “Kannazuki.” Kannazuki berasal dari kata “Kannagi,” yaitu sejenis tali sabuk yang dikenakan wanita Jepang pada masa dulu. Pada zaman dulu, pada bulan ini, para wanita mengenakan tali sabuk tersebut dalam upacara khusus untuk menghormati dewa-dewa. Kannazuki juga melambangkan akhir musim gugur dan awal musim dingin.

Bulan terakhir dalam kalender Jepang adalah “Shiwasu”. Shiwasu berasal dari kata “mendengar matahari,” yaitu saat matahari terbit pada saat fajar. Bulan ini juga melambangkan awal musim dingin dan menjelang akhir tahun. Pada bulan ini, orang-orang di seluruh Jepang mulai berbelanja untuk persiapan Tahun Baru.

Dalam kesimpulannya, nama-nama bulan dalam bahasa Jepang memiliki asal-usul dan cerita unik di baliknya. Nama-nama bulan tersebut diambil dari peristiwa alam yang terjadi di masa itu atau peristiwa sejarah Jepang. Bagi masyarakat Jepang, nama-nama bulan adalah sebuah tradisi dan budaya yang harus dijaga dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Jenis-jenis Kalender Tradisional Jepang


Kalender Tradisional Jepang

Jepang merupakan negara yang sangat kaya akan tradisi. Salah satu aspek yang kaya akan tradisi adalah kalender tradisional mereka. Kalender tradisional Jepang dibedakan menjadi beberapa jenis. Beberapa di antaranya adalah:

1. Kalender Tenpo

Kalender Tenpo

Kalender Tenpo disebut juga kalender Temmei. Kalender ini berdasarkan pada tahun ke-10 dari era Tenpo. Kalender Tenpo dibuat pada tahun 1830 dan digunakan pada saat masa pemerintahan Kaisar Ninko. Kalender Tenpo memiliki 12 bulan, sama seperti kalender Gregorian. Namun, dalam kalender Tenpo, setiap bulan terdiri dari 30 hari kecuali bulan Februari yang hanya memiliki 29 hari. Kalender ini digunakan hingga tahun 1873 saat pemerintah Jepang mengadopsi kalender Gregorian.

2. Kalender Kanshi

Kalender Kanshi

Kalender Kanshi disebut juga kalender Tionghoa. Kalender ini adalah kalender yang berasal dari Tiongkok dan dipengaruhi oleh Tiongkok. Jepang mengadopsi kalender Kanshi pada zaman Heian. Kalender ini menggunakan siklus binatang 12 tahunan. Setiap tahun dinamai dari salah satu dari 12 hewan yang mewakili periode tahun itu. Kalender Kanshi digunakan untuk menentukan hari libur nasional di Jepang seperti Tahun Baru Imlek dan Dia-pertama-Mei.

3. Kalender Lunisolar

Kalender Lunisolar

Kalender Lunisolar merupakan kombinasi dari kalender matahari dan kalender bulan. Di Jepang, kalender ini digunakan hanya untuk mengatur perayaan keagamaan. Kalender Lunisolar Jepang terdiri dari 12 bulan, sama seperti kalender Tenpo. Namun, bulan pertama dimulai pada atau setelah pertengahan bulan Januari yang bertepatan dengan festival Tahun Baru. Hal ini membuat perbedaan antara kalender Lunisolar dan kalender Gregorian sebesar sekitar 11 hari. Hari-hari tertentu dalam kalender ini adalah hari perayaan keagamaan seperti Wajib, Doyo, dan Sekku.

4. Kalender Solar

Kalender Solar

Kalender Solar atau kalender matahari merupakan kalender yang didasarkan pada perputaran Bumi mengelilingi Matahari. Kalender ini digunakan secara internasional, termasuk di Jepang. Di Jepang, kalender ini dikenal dengan sebutan kalender Gregorian atau kalender Barat. Setelah Jepang mengadopsi kalender Gregorian pada tahun 1873, negara itu menjadi terpisah dari banyak negara Asia yang masih menggunakan kalender lunisolar. Kalender Solar memiliki 12 bulan dengan setiap bulan terdiri dari 28 sampai 31 hari. Hari pertama dari tahun kalender Solar adalah 1 Januari.

Itulah beberapa jenis kalender tradisional Jepang yang masih dipakai hingga saat ini. Meskipun banyak kalender modern yang lebih sering digunakan, kalender tradisional Jepang memiliki nilai historis dan budaya yang sangat penting bagi Jepang. Bagi masyarakat Jepang, kalender tradisional merupakan simbol dari identitas mereka dan membanggakan sebagai salah satu warisan budaya mereka yang tak ternilai.

Perbedaan Nama-nama Bulan dalam Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia


Bulan dalam bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia

Setiap bangsa memiliki caranya sendiri dalam menamai bulan dalam setahun. Demikian juga dengan bangsa Jepang yang memiliki nama-nama bulan yang unik dan bermakna. Berikut adalah perbedaan antara nama-nama bulan dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia:

1. Penggunaan Huruf Kanji pada Nama Bulan Jepang

Salah satu perbedaan yang paling mencolok antara nama bulan dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia adalah penggunaan huruf kanji pada nama bulan Jepang. Huruf kanji merupakan salah satu aksara Jepang yang berasal dari Cina. Setiap kanji memiliki arti sendiri, sehingga nama bulan dalam bahasa Jepang memiliki arti yang bisa ditarik makna dari kanji yang digunakannya. Selain itu, penggunaan huruf kanji pada nama bulan Jepang memudahkan orang Jepang dalam membaca dan menuliskannya.

2. Urutan Nama Bulan Jepang yang Berbeda dari Bahasa Indonesia

Bahasa Jepang memiliki urutan sendiri dalam menamai bulan. Misalnya dalam Bahasa Indonesia urutan bulan diawali Aprli, Mei, Juni sedangkan dalam Bahasa Jepang, bulan pertama adalah Januari dan berakhir dengan bulan Desember sebagai bulan terakhir.

3. Sebutan untuk Bulan Oktober, November, Desember

Di Jepang, bulan Oktober sampai Desember memiliki sebutan yang berbeda dengan bahasa Indonesia. Pada bulan Oktober, Jepang menggunakan bahasa Jepang Tochi-no-Ichi atau yang juga dapat diartikan sebagai Pesta Bumi atau Festival Panen. Bulan November disebut Kinro-kansha-no-hi yang merujuk pada hari-hari libur resmi dan minggu kerja di Tanah Air. Sedangkan untuk bulan Desember disebut sebagai Oosouji yang artinya adalah bersih-bersih besar atau juga dikenal sebagai pembersihan akhir tahun.

Nama Bulan dalam bahasa Jepang

Nama bulan dalam bahasa Jepang memiliki arti dan makna tersendiri yang mencerminkan budaya dan identitas bangsa Jepang. Meskipun terdapat perbedaan dalam cara penamaannya dengan bahasa Indonesia, sebenarnya semua bahasa memiliki kekayaan dan keunikan masing-masing yang dapat dihargai dan dipelajari bersama.

Latar Belakang Budaya dan Tradisi dalam Penamaan Bulan di Jepang


Nama Nama Bulan Dalam Bahasa Jepang

Bulan adalah bagian penting dalam kehidupan manusia. Di banyak budaya, bulan dipercaya mempengaruhi banyak aspek kehidupan, mulai dari kalender hingga aktivitas manusia. Di Jepang, penamaan bulan memiliki latar belakang budaya dan tradisi yang kaya. Tradisi-tradisi ini terus diwariskan dari generasi ke generasi hingga saat ini. Berikut adalah beberapa pengaruh budaya dan tradisi yang mempengaruhi penamaan bulan di Jepang.

Pengaruh Kalender China


Kalender China di Jepang

Pengaruh kalender Tiongkok di Jepang sangat kental, terutama di masa lalu. Kalender Tiongkok membagi tahun menjadi 12 bulan, masing-masing diwakili oleh hewan khusus. Bulan-bulan dalam kalender ini mendapatkan nama dari hewan-hewan ini. Misalnya, bulan pertama dalam kalender Tiongkok diberi nama Mǎo yuè, yang artinya ‘bulan kucing’ karena hewan ini mewakili bulan ini. Tradisi ini masih hidup hingga saat ini, walaupun dalam penggunaan kalender Gregorian.

Pengaruh Shinto


Shinto di Jepang

Shinto adalah agama yang berasal dari Jepang. Agama ini sangat penting dalam kebudayaan Jepang dan masih dipraktikkan hingga saat ini. Shinto memiliki banyak dewa dan goddess, termasuk dewa bulan bernama Tsukuyomi-no-Mikoto. Karena pentingnya posisi dewa bulan dalam agama Shinto, maka pengaruh ini tercermin dalam penamaan beberapa bulan di Jepang. Contohnya, bulan keempat diberi nama ‘tsukimi’ yang berarti ‘menikmati bulan purnama’.

Pengaruh Pemanenan dan Cuaca


Pemanenan di Jepang

Penamaan bulan di Jepang juga dipengaruhi oleh pemanenan dan cuaca. Seperti halnya di budaya-negara agraris lainnya, cuaca dan pemanenan sangat menentukan kegiatan sosial dan kebudayaan masyarakat. Misalnya, bulan pertama di Jepang diberi nama ‘Mutsuki’, yang artinya ‘bulan salju’. Pada saat itu, salju masih menutupi tanah, masyarakat Jepang bisa fokus pada pemanenan sayuran seperti bawang putih.

Pengaruh Sastra


Sastra Jepang

Sastra di Jepang memiliki pengaruh yang besar dalam kebudayaan masyarakat Jepang. Beberapa penulis sastra Jepang selalu meletakkan bulan dalam deskripsi lingkungan, suasana atau keadaan yang mereka gambarkan. Hal ini berimbas pada penamaan beberapa bulan di Jepang. Misalnya, bulan ketujuh diberi nama ‘Nikyuu’, yang berarti ‘bulan pernikahan’. Sebuah nama yang terinspirasi oleh sebuah cerita legenda di mana seorang putri cantik menunda tanggal pernikahan karena ingin melihat bunga fuji yang mekar di bulan ketujuh.

Pengaruh Modernitas


Tokyo Jepang

Pengaruh modernitas dan globalisasi juga memiliki pengaruh pada penamaan bulan di Jepang. Beberapa bulan mendapatkan nama dalam bahasa Inggris, misalnya bulan September yang disebut dengan ‘Sutembaa’. Hal ini pula yang menandakan bahwa Kebudayaan Jepang memiliki pengaruh yang luas.

Demikianlah, penamaan bulan di Jepang memiliki latar belakang budaya dan tradisi yang sangat kaya. Penamaan ini tidak hanya sekadar menandai sebuah tanggal dalam kalender, melainkan juga merefleksikan aspek-aspek spiritual dan sosial masyarakat Jepang.

Iklan