Upacara Shinto di Jepang


Upacara Shinto di Jepang

Upacara Shinto merupakan salah satu tradisi agama di Jepang yang sering dilakukan untuk menghormati para dewa. Upacara ini berasal dari kepercayaan masyarakat Jepang yang menganggap bahwa setiap benda-benda dan makhluk hidup memiliki roh. Oleh karena itu, upacara ini dilakukan untuk memperoleh perlindungan dan kebaikan dari para dewa.

Ada berbagai macam jenis upacara Shinto yang dilakukan di Jepang, dan masing-masing upacara memiliki tujuan dan prosedur yang berbeda-beda. Namun, dalam artikel ini kita akan membahas beberapa jenis dan bagaimana upacara ini dilakukan.

1. Upacara Heian

Upacara Heian adalah salah satu upacara besar yang dilakukan di Kuil Ise Jingu setiap 20 tahun sekali. Upacara ini dilakukan untuk membangun kembali kuil utama yang terbuat dari kayu di lokasi yang sama seperti kuil sebelumnya. Upacara Heian pertama kali dilakukan pada tahun 690 dan sejak itu menjadi salah satu tradisi agama paling terkenal di Jepang.

Menariknya, pembangunan kuil ini dilakukan secara tradisional dan hanya menggunakan kayu dan alat-alat tradisional lainnya. Upacara Heian dilakukan selama tiga tahun dan melibatkan ribuan orang yang bekerja sama untuk menyelesaikan proyek tersebut. Pada akhir upacara, bangunan utama baru akan dipersembahkan kepada para dewa dan masyarakat sekitar.

2. Upacara Gion Matsuri

Upacara Gion Matsuri adalah festival musim panas yang dilakukan di Kyoto setiap tahunnya pada bulan Juli. Festival ini sangat meriah dan dihadiri oleh ribuan orang dari seluruh dunia. Salah satu acara yang paling terkenal dalam festival ini adalah parade yamaboko, di mana para peserta memakai pakaian tradisional Jepang dan menaiki kereta kuda yang dihias dengan bunga dan hiasan lainnya.

Parade ini dimulai di pagi hari dan berlangsung selama beberapa jam di sepanjang jalan-jalan pusat kota Kyoto. Selama parade, para penonton bisa menikmati tarian tradisional, musik, dan kembang api yang memukau. Setelah selesai, kereta kuda dipersembahkan untuk para dewa dalam upacara khusus di kuil setempat.

3. Upacara Hatsumode

Upacara Hatsumode dilakukan pada awal tahun baru untuk memohon keselamatan dan keberuntungan di tahun yang akan datang. Upacara ini sangat penting bagi masyarakat Jepang dan biasanya dilakukan di kuil-kuil Shinto terdekat. Selama upacara, orang-orang memasuki kuil, memberikan persembahan kecil kepada para dewa, dan berdoa untuk permohonan mereka.

Selain itu, di beberapa kuil Shinto, juga terdapat ritual tertentu seperti menulis permohonan di selembar kertas khusus dan memasukkannya ke dalam kotak yang disediakan di dekat kuil. Setelah upacara selesai, orang-orang sering membeli beberapa barang seperti omamori, gohei, dan amulet untuk dibawa pulang sebagai tanda keberuntungan.

Itulah beberapa contoh upacara Shinto yang dilakukan di Jepang. Setiap upacara memiliki makna dan tujuan yang berbeda, namun semuanya dilakukan dengan penuh rasa hormat dan upaya untuk memperoleh perlindungan dan keberuntungan dari para dewa.

Upacara Pernikahan dalam Budaya Jepang


Upacara Pernikahan dalam Budaya Jepang

Upacara pernikahan dalam budaya Jepang terkenal dengan keindahan dan kesederhanaannya. Adat istiadat yang unik dan penuh makna ini membuat orang terpesona saat menghadirinya. Upacara pernikahan Jepang biasanya dilakukan dengan iringan musik khas Jepang dan dipenuhi dengan rasa syukur dan rasa hormat kepada orang tua dan tamu undangan.

Sebelum acara pernikahan dimulai, pasangan yang akan menikah harus terlebih dahulu mengajukan izin ke keluarga dan meminta restu kepada pihak keluarga. Setelah itu, pasangan akan melakukan tata cara persiapan pernikahan dengan baik, misalnya mempersiapkan tempat penyelenggaraan acara, membuat undangan, memilih baju pengantin, dan lain sebagainya.

Salah satu adat istiadat yang unik dari upacara pernikahan Jepang adalah penggunaan kimono atau baju tradisional Jepang sebagai pakaian pengantin. Kimono sendiri merupakan pakaian tradisional Jepang yang terbuat dari bahan kain sutra berkualitas dan dipercaya mampu menjaga kebersihan diri. Pengantin pria mengenakan kimono berwarna hitam atau abu-abu sedangkan pengantin wanita mengenakan kimono berwarna putih dengan aksesoris seperti kanzashi atau hiasan rambut dan obi atau ikat pinggang bersejarah.

Upacara pernikahan Jepang sendiri biasanya dilakukan di kuil atau kapel Jepang dengan pengiring musik shakuhachi atau biwa. Musik yang dimainkan sangat khas Jepang, sehingga pengunjung dapat merasakan budaya Jepang yang meriah.

Selain itu, upacara pernikahan Jepang pun dilakukan dengan mengikuti serangkaian ritual, salah satunya adalah ritual minum sake. Sake adalah minuman beralkohol khas Jepang yang dianggap sebagai minuman yang sakral. Ritual minum sake dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan kesetiaan dalam pernikahan. Pasangan akan meneguk sake bergiliran dan saling bertukar cangkir sebagai simbol kerjasama dalam kehidupan pernikahan kelak.

Ritual selanjutnya adalah ritual pertukaran cincin. Cincin pernikahan Jepang biasanya terbuat dari perak dan memiliki tiga warna perak, kuning emas, dan merah. Ketiga warna ini mewakili rasa cinta yang melekat pada pasangan, cinta tanpa batas, dan cinta abadi.

Setelah selesai acara pernikahan di kuil atau kapel, pasangan pengantin akan meneruskan acara ke resepsi pernikahan. Resepsi biasanya dilakukan di restoran atau tempat makan lainnya yang menyajikan menu makanan khas Jepang dan internasional. Konsep makanan yang disajikan terkadang unik dan khas Jepang. Misalnya saja, menu makanan mulai dari berbagai jenis makanan laut seperti sushi, sashimi, tempura, dan lain sebagainya.

Pada saat resepsi, pasangan pengantin akan membagikan kado atau tamagomae kepada tamu undangan sebagai ungkapan rasa terima kasih akan kehadiran mereka pada hari pernikahan. Kado yang diberikan biasanya berupa permen atau kue berbentuk koin keberuntungan yang disebut dengan kashi.

Bagaimana menarik bukan upacara pernikahan dalam budaya Jepang? Adat istiadat unik, penuh makna, serta dilakukan secara meriah membuat orang selalu ingin menyaksikan upacara pernikahan seperti ini. Bagi Anda yang ingin merasakan sensasi keunikannya, jangan lewatkan kesempatan untuk menghadiri acara pernikahan Jepang.

Shichigosan: Upacara Tradisional Ulang Tahun Anak di Jepang


Shichigosan Jepang

Shichigosan merupakan upacara tradisional ulang tahun anak di Jepang yang diadakan pada tanggal 15 November. Upacara ini diadakan oleh orangtua untuk merayakan kesehatan dan pertumbuhan anak yang berusia 7 tahun untuk perempuan, 5 tahun untuk laki-laki, dan 3 tahun untuk anak yang lahir pada tahun kambing atau domba dalam kalender zodiak Jepang.

Shichigosan berasal dari kata shichi yang berarti tujuh, go yang berarti lima, dan san yang berarti tiga. Upacara ini dilakukan ketika anak berusia tujuh tahun untuk perempuan, lima tahun untuk laki-laki, dan tiga tahun untuk anak yang lahir pada tahun kambing atau domba dalam kalender zodiak Jepang.

Sebelum pelaksanaan upacara, anak-anak biasanya bersiap dengan memilih kimono atau pakaian tradisional lainnya. Mereka juga akan mempertajam tajamnya penglihatan dengan menaburkan garam di sekelilingnya dan melakukan tiga kali jongkok di atasnya untuk membersihkan diri dari energi negatif.

Upacara dimulai dengan membaca doa dan anak-anak dibawa ke kuil untuk mendengarkan ajaran agama dan memperoleh berkat dari dewa. Mereka membawa kue yang disebut chitose-ame yang berarti ‘manis abadi’. Kue ini melambangkan kebahagiaan yang abadi dalam hidup anak.

Setelah itu, anak-anak berpose untuk difoto dan kembali ke rumah. Di rumah, orangtuanya menyiapkan hidangan spesial, biasanya sushi atau kue tradisional seperti mochi. Setelah makan, anak-anak mengucapkan terima kasih pada orangtuanya atas semua yang telah mereka lakukan. Mereka juga diberikan uang sebagai hadiah yang disebut ochosan. Uang ini melambangkan keberuntungan dari angka 5, 7, dan 3 dengna harapan bahwa anak-anak akan senantiasa beruntung, sehat, dan bahagia.

Shichigosan juga dilaksanakan di berbagai tempat di Jepang. Di kota-kota besar, upacara ini sering kali diadakan di kuil-kuil besar seperti Kuil Suisen-ji di Higashi-Kurume yang menjadi tujuan wisata bagi keluarga di Jepang. Namun, di daerah pedesaan, upacara sering kali dilakukan di kuil-kuil kecil oleh keluarga secara privat.

Bon Odori: Festival Duka Cita & Umat di Jepang


Bon Odori

Bon Odori adalah salah satu festival yang berbeda dari festival lainnya karena memiliki kesejukan dan ketenangan. Festival ini adalah bentuk penghormatan kepada arwah orang Mati. Bon Odori pada dasarnya adalah tarian bagi mereka yang tinggal di dunia ini untuk menghibur arwah orang yang telah meninggal. Festival ini terutama ditujukan bagi umat Buddha yang tinggal di Jepang. Penampilannya indah dengan pomp dan meriah. Bon Odori biasanya dilakukan pada akhir musim panas dan pada saat musim kerja di Jepang selesai.

Bagaimana masyarakat Jepang memperingati Bon Odori? Perayaan Bon Odori bertepatan dengan kebiasaan agama Shinto. Selama festival ini, rumah dibersihkan secara menyeluruh dan membuat kolam di depan rumah untuk menerima arwah leluhur serta menempatkan makanan dan minuman di depan kuil. Beberapa keluarga bahkan mengambil langkah selanjutnya dengan mendekorasi altar mereka untuk memastikan bahwa orang yang meninggal akan bahagia setelah kembali ke sisi mereka. Saat malam datang, pawai dilakukan dengan lilin dan obor dalam tangan, dan mereka menyanyikan lagu dan menari selama prosesi.

Pada hari pertama peringatan tersebut, menurut kalender lunar Jepang, biasanya dirayakan di Tokyo pada 13-16 Juli dan di Kyoto pada 16-19 Agustus. Orang dapat melihat parade dan aneka acara budaya Jepang yang sangat unik dan menakjubkan. Bahkan, pemerintah setempat turut mengorganisir beberapa acara termasuk ramai penampilan di Gemmuruh Druvawati mengundang tiga ribu penari dan pengunjung dari Jepang, Korea, China, Amerika Serikat dan Eropa.

Namun, di tahun-tahun terakhir, festival ini tetap dilaksanakan tetapi dengan cara yang lebih sederhana karena pandemi virus corona. Pemerintah setempat tidak melarang pada saat festival berlangsung, tetapi semua peserta harus mengikuti protokol kesehatan, seperti jaga jarak dan menggunakan masker pribadi.

Untuk para pengunjung, festival ini memberikan pengalaman yang tak terlupakan karena Bon Odori bukan hanya acara musim panas tetapi juga dihormati sebagai salah satu ritual yang meriah dan meresap dalam budaya Jepang.

Kemahiran Seni Upacara Teh Jepang: Sado atau Chanoyu


upacara teh jepang

Upacara teh Jepang atau yang dikenal dengan Sado atau Chanoyu merupakan salah satu bentuk seni budaya Jepang yang sudah ada sejak abad ke-12. Upacara ini tidak hanya sekedar minum teh, namun juga mengandung makna mendalam tentang kehidupan dan budaya Jepang.

kimono sado

Untuk menjadi pembuat teh yang handal, seseorang harus melewati tahap-tahap dalam pelatihan yang sangat ketat. Bahkan, seorang murid harus mencuci piring dan mengatur meja selama bertahun-tahun sebelum belajar cara membuat teh. Setelah itu, dia akan diajarkan bagaimana cara membuat teh dalam upacara yang benar dan indah.

seni upacara teh jepang

Upacara teh Jepang juga memiliki aturan tertentu yang harus ditaati. Mulai dari cara membuka dan menutup pintu, cara memasuki ruangan, hingga cara duduk dan cara meminum teh harus diikuti dengan benar. Semua gerakan yang dilakukan pun harus dilakukan dengan gerakan yang lembut dan santai, sehingga menghasilkan suasana yang tenang dan damai.

upacara teh jepang keramik

Perabotan yang digunakan dalam upacara teh Jepang juga memiliki nilai artistik yang sangat tinggi. Mulai dari mangkok, teko, hingga sendok yang digunakan pun memiliki motif dan desain khusus yang sering kali dibuat oleh keramikus terkenal. Selain itu, perabotan yang digunakan pun memiliki nilai sejarah yang tinggi, sehingga sangat dihargai oleh para kolektor.

upacara teh jepang tatami

Tidak hanya perabotan, ruangan yang digunakan dalam upacara teh Jepang pun harus diperhatikan dengan seksama. Ruangan yang digunakan biasanya berlantai tatami dan memiliki jendela shoji yang terbuat dari kertas. Hal ini memungkinkan pencahayaan ruangan yang lembut dan menyebarkan aroma teh ke seluruh ruangan.

pembuatan teh jepang

Dalam upacara teh Jepang, teh yang digunakan pun bukan teh biasa. Teh yang digunakan biasanya merupakan teh hijau yang berkualitas tinggi. Teh ini dipetik hanya pada waktu tertentu dalam setahun dan hanya dari daun yang masih muda. Setelah dipetik, daun teh pun harus segera diolah agar kualitasnya tetap terjaga. Proses pembuatan teh ini pun memerlukan keahlian khusus dan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak kualitas daun teh.

Iklan