Arti Kata Sial dalam Bahasa Jepang


Sial dalam bahasa jepang

Sial atau sialan dalam bahasa Indonesia sering digunakan untuk menggambarkan keadaan yang buruk atau janggal yang terjadi pada seseorang. Bagaimana dengan dalam bahasa Jepang?

Dalam bahasa Jepang, sial diucapkan dengan “fukou” atau “fu-un” yang artinya adalah ketidakberuntungan atau nasib buruk. Dalam bahasa sehari-hari, fukou digunakan untuk mengekspresikan penyesalan atau kekecewaan, sambil mengacu pada situasi yang buruk atau menyedihkan. Dalam budaya Jepang, takdir atau “unsei” dipercayai memainkan peran penting dalam kehidupan seseorang.

Unit pengukur keberuntungan yang disebut “un” digunakan untuk mengukur keberuntungan seseorang dan berbagai kegiatan dalam kehidupan keseharian Jepang. Contohnya, ketika seseorang pindah ke rumah baru, mengadakan pesta, atau memulai usaha, mereka akan memilih hari yang dihitung memiliki un yang baik.

Meskipun kepercayaan terhadap un masih cukup kuat di Jepang, sialan atau fukou juga sering digunakan untuk mengekspresikan sesuatu yang buruk yang terjadi pada seseorang. Kegagalan dalam ujian, kehilangan barang berharga, atau kecelakaan bisa dianggap sebagai nasib buruk yang tidak dihindari.

Melihat situasi yang buruk ini, orang Jepang mempercayai bahwa nasib buruk bisa dihindari dengan melakukan beberapa ritual atau mengambil tindakan tertentu. Beberapa cara yang dilakukan misalnya dengan membersihkan diri dengan air suci atau “temizuya” sebelum memasuki kuil suci, membeli amulet keberuntungan, atau meminta doa dan bersembahyang di kuil suci.

Orang Jepang juga berusaha untuk menghindari tindakan atau situasi yang membawa ketidakberuntungan. Beberapa contohnya adalah menghindari nomor 4 yang dianggap sebagai nomor sial atau menghindari bertindak atau berbicara kasar yang bisa menyebabkan masalah atau konflik.

Meskipun sial atau fukou sering digunakan di Jepang, kepercayaan terhadap keberuntungan juga sama pentingnya. Orang Jepang masih percaya bahwa keberuntungan yang baik bisa didapatkan dengan melakukan tindakan positif dan mengambil keputusan yang tepat.

Dalam budaya Jepang, kepercayaan terhadap un atau nasib buruk dan kepercayaan terhadap keberuntungan masih terus berkembang hingga saat ini.

Sejarah dan Budaya Sial di Jepang


Sial dalam bahasa Jepang

Sial atau juga dikenal sebagai ‘kyo’ dalam bahasa Jepang, adalah sebuah konsep yang sangat penting bagi masyarakat Jepang yang percaya pada kekuatan yang ada di balik keberuntungan dan nasib buruk. Konsep ini tidak hanya melekat pada masyarakat Jepang, tetapi juga menjadi bagian dari dunia internasional.

Tidaklah mengherankan jika sial, keberuntungan dan nasib buruk menjadi salah satu aspek penting di dalam kehidupan sehari-hari di Jepang. Oleh karena itu, tidak jarang kita menemukan berbagai ritual dan kepercayaan yang berkaitan dengan konsep tersebut.

Sejarah dan budaya sial di Jepang berawal dari zaman kuno, di mana kepercayaan pada dewa-dewi dan roh masih sangat kuat. Konsep keberuntungan dan nasib buruk yang dianggap keliru dapat merugikan ketenangan atau ketentraman masyarakat tentunya dihindari sebisa mungkin.

Dalam budaya Jepang, sial diasosiasikan dengan angka 4 dan 9. Angka 4 merupakan angka yang dianggap paling sial, karena secara fonetik pengucapannya sangat mirip dengan kata ‘shi’ yang memiliki arti ‘kematian’. Sedangkan angka 9 dianggap sebagai angka yang sial karena dalam bahasa Jepang, terdapat kata yang mewakili makna ‘sakit’, dan juga istilah dalam bahasa Jepang untuk “pengabaian” terdengar seperti sembilan.

Banyak orang di Jepang meyakini bahwa kejadian yang berkaitan dengan sial dapat dicegah dengan mematuhi prinsip-prinsip yang disebut feng shui. Prinsip-prinsip ini menyoroti keseimbangan energi positif dan negatif pada suatu ruangan, sehingga dapat membantu orang memperkuat keberuntungan mereka dengan meminimalkan pengaruh negatif di ruangan tersebut.

Di beberapa area Jepang, sial masih menjadi sebuah kenyataan yang kentara di tengah-tengah masyarakatnya. Di daerah tersebut, masyarakat mengenal kalender kematian atau ‘eoki-goro’, yang berisi hari-hari yang dianggap amat tabu dan tidak dianggap akan membawa keberuntungan atau nasib baik.

Di samping itu, sial juga banyak dihindari dalam pergaulan sehari-hari, dari bentuk menghindari penyuapan atau hadiah hingga urusan kebersihan. Sebagai contoh, ketika memberikan hadiah pada orang Jepang, usahakan agar hadiah tersebut tidak memiliki jumlah angka 4-baik jumlahnya atau angka 4 di dalamnya-sendiri. Itu sebabnya, sejumlah produk di Jepang sengaja “menyembunyikan” angka 4. Selain itu, dalam upacara pemakaman di Jepang, orang biasanya memakai pakaian berwarna hitam, sementara dalam pernikahan, pakaian berwarna besar seperti merah atau putih yang dianggap lebih sinis dipakai.

Dalam akhir kata, sial masih menjadi konsep yang sangat penting dalam budaya Jepang. Orang Jepang percaya bahwa keberuntungan tidak hanya tentang nasib, tetapi juga tentang tindakan yang diambil sebagai tanggapan atas kejadian yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, banyak orang di Jepang yang berusaha memperbaiki nasib mereka dan menghindari kejadian yang keliru dengan mengikuti prinsip Feng Shui dan menghindari angka-angka sial.

Sial Dalam Bahasa Jepang


Sial Dalam Bahasa Jepang

Sial dalam bahasa Jepang dikenal dengan sebutan “kinunai” atau “kinunai-tai” yang memiliki arti “tidak beruntung” atau “sial”. Namun demikian, di Jepang tidak semua hal yang dianggap sial atau tidak beruntung harus ditakuti, karena ada sejumlah pertanda kehidupan yang dianggap sebagai penanda keberuntungan di masa depan. Inilah beberapa pertanda kehidupan yang bermakna di Jepang:

1. Guntai


Guntai

Guntai adalah pertanda kehidupan yang bermakna di Jepang. Guntai dikenal sebagai buah persik, yang memiliki warna merah muda atau kuning muda. Dianggap sial jika menemukan buah guntai yang cacat atau berlubang, tetapi dianggap beruntung jika menemukan buah guntai yang sempurna dan memiliki bentuk bulat sempurna. Buah guntai yang masih utuh menjadi pertanda keberuntungan bagi siapapun yang menemukannya.

2. Kotoran Burung


Kotoran Burung

Kotoran burung dianggap sebagai pertanda keberuntungan di Jepang. Kotoran burung yang jatuh ke pakaian seseorang dianggap sebagai pertanda keberuntungan yang akan datang dalam waktu dekat. Namun, dianggap sial jika kotoran burung tersebut jatuh ke bagian kepala atau rambut seseorang. Oleh karena itu, jika menemukan kotoran burung yang jatuh di pakaian, jangan lupa untuk membeli lotre agar keberuntungan Anda semakin besar.

3. Tanah Liat


Tanah Liat

Tanah liat dianggap sebagai pertanda keberuntungan di Jepang. Tanah liat yang terdapat di sekitar rumah atau lingkungan sekitar dianggap sebagai penanda keberuntungan di masa depan. Beberapa orang di Jepang bahkan percaya bahwa hoki tanah liat bisa digunakan untuk menentukan arah yang diinginkan, baik itu dalam mengambil keputusan bisnis atau dalam kehidupan pribadi. Mereka yakin bahwa tanah liat memiliki kekuatan spiritual yang dapat membantu mereka mencapai apa yang mereka inginkan.

4. Kupu-kupu


Kupu-kupu

Kupu-kupu adalah pertanda kehidupan yang bermakna di Jepang. Kupu-kupu yang muncul di sekitar seseorang dianggap sebagai pertanda keberuntungan dan keberhasilan yang akan datang. Kupu-kupu dianggap sebagai makhluk yang sangat spiritual dan kerap kali dihubungkan dengan keberhasilan dan kebahagiaan dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika Anda melihat kupu-kupu di sekitar Anda, mungkin ada peluang besar untuk kesuksesan dan keberhasilan di masa depan.

5. Angka 8


Angka 8

Angka 8 dianggap sebagai pertanda keberuntungan di Jepang. Angka ini dianggap sebagai nomor sial di beberapa negara, namun di Jepang dianggap sebagai nomor yang membawa keberuntungan. Beberapa orang percaya bahwa angka 8 adalah simbol dari kesuksesan dan kebahagiaan dalam kehidupan seseorang. Oleh karena itu, jika Anda ingin mengambil nomor lotre atau nomor yang berhubungan dengan keberuntungan, angka 8 bisa menjadi pilihan yang baik.

6. Koin Kecil


Koin Kecil

Koin kecil dianggap sebagai pertanda keberuntungan di Jepang. Koin kecil yang ditemukan di jalanan atau tempat umum dianggap sebagai pertanda keberuntungan di masa depan. Oleh karena itu, jika Anda menemukan koin kecil di jalan atau tempat umum, jangan ragu untuk mengambilnya karena bisa jadi ini adalah tanda keberuntungan Anda di masa depan.

Itulah beberapa pertanda kehidupan yang bermakna di Jepang. Meskipun beberapa pertanda tersebut dianggap sebagai sial, namun sebenarnya dianggap sebagai tanda keberuntungan di masa depan. Oleh karena itu, jangan takut untuk menyambut pertanda-pertanda tersebut agar keberuntungan Anda semakin besar.

Superstisi Jepang dan Hubungannya dengan Kata Sial


Sial dalam bahasa jepang

Sial dalam bahasa Jepang disebut dengan 安産穴 (Anzan-Ketsu), dan bisa dimaknai sebagai lubang keberuntungan. Munculnya kata sial ini berasal dari kepercayaan masyarakat Jepang yang dikenal sangat terikat dengan adat dan tradisi. Kondisi geografis dan cuaca yang ekstrem di Jepang juga menjadi faktor penting yang menambah kepercayaan akan adanya hal-hal mistis dan berbau sial.

Perilaku yang dianggap buruk atau sial di masyarakat Jepang kerap diidentifikasi dengan kejadian yang membawa malapetaka. Salah satunya yaitu ketika seseorang menerima hadiah uang dalam jumlah ganjil (tidak kelipatan 10 ribu yen) pada acara pernikahan atau upacara kematian. Oleh karena itu, pemberian uang tersebut biasanya dilakukan dengan jumlah yang kelipatan 10 ribu yen agar tidak dianggap sial dan menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat.

Tak hanya itu, jika kamu sedang memilih tempat duduk di kereta api atau meja makan dalam kelompok yang terdiri dari jumlah orang ganjil, dalam kepercayaan masyarakat Jepang hal ini juga dianggap sial. Banyak orang yang percaya bahwa jumlah mata uang terakhir yang dibelanjakan sebelum gajian selanjutnya akan menjadi penentu apakah hidup mereka selanjutnya akan baik atau buruk.

Selain hal-hal tersebut, masih banyak lagi praktik-praktik kepercayaan lainnya yang menjadi bagian dari budaya masyarakat Jepang. Hal yang menarik dari kepercayaan mereka adalah adanya kaitan erat antara sial dengan kosakata dalam bahasa Jepang. Di antaranya:

1. ゴメンナサイ(Gomen’nasai)
Saat melakukan kesalahan atau membuat orang lain merasa tidak nyaman, ungkapan Gomen’nasai diucapkan untuk meminta maaf. Namun, ungkapan tersebut dianggap sebagai kata yang membawa sial di masyarakat Jepang. Bagi mereka, terlalu sering mengucapkan ‘gomen nasai’ dianggap sebagai tanda bahwa kita selalu membuat kesalahan dan tidak bisa berubah menjadi lebih baik.

2. 三日月(Mikazuki)
Mikazuki dalam bahasa Jepang berarti bulan sabit. Meski terlihat cantik, simbol ini menjadi buruk apabila kita melihat penampakannya yang terbalik. Kerap kali Masyarakat Jepang menghubungkan simbol ini dengan keturunan dan menganggap ketika seseorang lahir pada saat bulan sabit tampak terbalik, maka ia dianggap membawa sial.

3. 黒猫(Kuroneko)
Konon ada kepercayaan di masyarakat Jepang bahwa keberadaan kucing hitam di tempat tertentu dapat membawa sial. Hal ini seiring dengan mitos yang ada di Barat dimana ada kaitannya antara kucing hitam dengan pekerjaan sihir.

4. 寅の日(Tora no Hi)
Tora no Hi adalah hari ketika angka empat dan harimau berkumpul. Masyarakat Jepang menghubungkan empat dengan keburukan, karena dalam bahasa Jepang kata “empat” (shi) mirip dengan kata “mati”. Sedangkan harimau dalam bahasa Jepang disebut “tora”. Jadi ketika kedua hal ini berkumpul dihari yang sama maka akan membawa kesialan.

5. 夏バテ(Natsubate)
Natsubate adalah istilah dalam bahasa Jepang untuk menyebut kondisi lelah karena kepanasan atau dehidrasi yang terjadi selama musim panas. Masyarakat Jepang percaya bahwa jika kamu menderita penyakit ini, maka kamu akan membawa sial dan akan sulit meraih impianmu.

Dalam kepercayaan masyarakat Jepang tidak semua hal selalu merujuk pada pengertian yang sama dengan di negara lain, setiap budaya pasti memiliki nilai dan fungsi yang berbeda-beda. Meski kadang dinilai aneh oleh beberapa kalangan, saat ini semua praktik kepercayaan tersebut semakin terakomodasi dengan kemajuan teknologi dan modernitas dari negara Jepang itu sendiri.

Cara Menghindari Kesialan Menurut Kebudayaan Jepang

Memahami Sial dalam Kebudayaan Jepang


sial dalam bahasa jepang

Sial atau dalam bahasa Jepang disebut ‘Fuun’ adalah kepercayaan umum di Jepang bahwa ada hal-hal tertentu yang dapat mendatangkan kesialan atau sial dalam hidup seseorang. Kebanyakan orang Jepang berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kesialan ini karena percaya bahwa kesialan dapat berdampak negatif bagi kehidupan mereka.

Memilih Warna Pakaian dengan Bijak


Baju warna Taiyo

Warna pakaian sangat penting dalam kebudayaan Jepang karena warna dapat mencerminkan kepribadian seseorang, status sosial, dan bahkan pesan yang ingin disampaikan. Namun, ada beberapa warna yang harus dihindari untuk menghindari kesialan. Misalnya, warna hitam sering dianggap sebagai warna berkabung dan dapat mendatangkan kesialan jika dikenakan dalam acara-acara kebahagiaan seperti pernikahan. Sedangkan warna merah dianggap sebagai warna pembawa keberuntungan dan sering digunakan pada perayaan-perayaan seperti hari-hari besar nasional atau pernikahan. Warna kuning juga sering dihindari karena warna ini dianggap sebagai warna yang tidak menarik atau kurang beruntung.

Tidak Menyapu Kaki Saat Mandi


mandi ala jepang

Saat mandi di musim dingin, sangat menggoda untuk menyapu-sapu kaki untuk memperoleh kehangatan yang lebih. Namun, di Jepang, mencuci kaki atau menyapu kaki saat mandi dianggap mendatangkan kesialan. Oleh karena itu, Jepang memiliki aturan yang mempersyaratakan untuk mencuci kaki sebelum masuk ke dalam bak mandi sebelum mandi.

Tidak Memotong Kuku pada Malam Hari


potong kuku

Menurut kepercayaan umum di Jepang, memotong kuku pada malam hari dapat mendatangkan kesialan. Beberapa orang berpikir bahwa tindakan memotong kuku pada malam hari dapat mengakibatkan nasib lebih buruk atau kecelakaan. Sebaliknya, memotong kuku pada siang hari dianggap lebih beruntung dan dapat membawa keberuntungan dalam hidup seseorang.

Tidak Menaruh Sepatu di Atas Meja


sepatu di jepang

Sepatu di Jepang dianggap sebagai benda yang tidak bersih dan kotor karena selalu dipakai di luar ruangan. Maka dari itu, di lingkungan rumah, orang Jepang selalu melepas sepatu saat masuk ke dalam rumah dan mengenakan sandal atau tongseng untuk berjalan di dalam rumah. Selain itu, menaruh sepatu di atas meja dianggap sangat tidak pantas dan bisa mendatangkan kesialan atau marabahaya karena sepatu sering dipakai di luar rumah yang kotor dan penuh dengan bakteri.

Semua aturan dan kepercayaan ini bagi sebagian orang mungkin terdengar kuno dan aneh, tetapi bagi orang-orang Jepang, these cultural rules and beliefs have been ingrained in their daily lives and they take them very seriously. Secara umum, orang Jepang percaya bahwa hal-hal kecil seperti memilih warna pakaian dan memotong kuku dapat memiliki dampak besar dalam hidup seseorang dan harus dihindari untuk menghindari kesialan.

Iklan