Dasar-dasar Tata Bahasa Jepang (I)


Tata Bahasa Jepang

Bahasa Jepang memang terkenal dengan kompleksitasnya dalam hal tata bahasa. Maka, sebelum mempelajari guratan-guratan huruf Kanji, ada baiknya untuk memahami terlebih dahulu beberapa hal mendasar tentang tata bahasa Jepang.

Salah satu dasar-dasar tata bahasa Jepang yang mesti gaet dipahami ialah cara menyusun kalimat. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang menganut pola SPOK (Subject-Predicate- Object-Keterangan), dalam bahasa Jepang tidak ada keterangan dalam pengucapan kalimat. Sebaliknya, urutan kata dalam kalimat pun tidak selalu menempatkan subjek di awal kalimat. Bisa saja objek ditempatkan di awal kalimat lalu disusul dengan subjek, predikat, dan terakhir keterangan waktu atau tempat.

Bahasa Jepang juga memiliki beberapa jenis kata bantu atau partikel yang berperan penting dalam menyusun kalimat. Partikel seperti “wa” dan “ga” digunakan untuk menunjukkan subjek dalam kalimat. Partikel “ni” digunakan untuk tempat tujuan atau sasaran dari suatu kegiatan. Sedangkan partikel “de” untuk menunjukkan lokasi atau cara melakukan suatu kegiatan.

Selain itu, dalam bahasa Jepang juga terdapat konsep yang disebut “keigo” atau bahasa kehormatan. Pada dasarnya, keigo digunakan untuk menunjukkan posisi sosial dan hierarki antara pembicara dengan lawan bicaranya. Keigo juga memiliki tiga tingkatan yaitu rendah, menengah, dan tinggi, serta terdapat beragam jenis keigo yang digunakan dalam situasi yang berbeda-beda.

Sebagai contoh, untuk mengungkapkan rasa terima kasih atau minta maaf pada orang yang lebih tua atau di luar lingkungan kerja, kita menggunakan bentuk keigo tinggi. Sedangkan untuk berbicara dengan kenalan atau teman dekat, kita dapat menggunakan bentuk keigo rendah atau bahkan tak perlu menggunakan keigo sama sekali.

Selain itu, ada juga konsep “on-yomi” dan “kun-yomi” dalam bahasa Jepang yang berkaitan dengan pengucapan karakter Kanji. On-yomi mengacu pada pengucapan karakter Kanji yang berasal dari bahasa China, sedangkan kun-yomi mengacu pada pengucapan karakter Kanji dengan cara Jepang. Penggunaan On-yomi atau Kun-yomi pada sebuah karakter Kanji bergantung pada kata di mana karakter itu digunakan.

Terakhir, jika ingin menambahkan kata benda atau kata sifat dalam suatu kalimat, kata tersebut diletakkan sebelum kata yang dijelaskan. Contohnya, “takai tokei” artinya adalah jam mahal, dengan “takai” berarti mahal dan “tokei” yang artinya adalah jam.

Itu tadi beberapa dasar-dasar tata bahasa Jepang yang perlu dipahami bagi yang ingin mempelajari bahasa Jepang secara mendalam. Meski terkesan rumit dan kompleks, namun dengan berlatih secara rutin serta menguasai dasar-dasar, kamu pasti bisa memahami bahasa Jepang dengan lebih mudah.

Perbedaan Partikel Wa dan Ga


Perbedaan Partikel Wa dan Ga

Saat belajar Bahasa Jepang, kita pasti sering mendengar partikel wa dan ga, bukan? Kedua partikel ini sangat sering digunakan dalam percakapan sehari-hari dan memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam pemakaiannya. Hal ini bisa membuat orang awam sering terkecoh saat penggunaan partikel wa dan ga tersebut. Oleh karena itu, dalam artikel ini kita akan membahas perbedaan dari kedua partikel ini.

1. Penggunaan Partikel Wa

Partikel wa sering digunakan untuk menunjukkan subyek dari kalimat. Contohnya, kalimat “Watashi wa namae wa Ana desu”, yang dalam Bahasa Indonesia berarti “Saya, nama saya Ana”. Dalam kalimat tersebut, partikel wa digunakan untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat adalah “Watashi” atau “saya”. Selain itu, partikel wa juga digunakan dalam kalimat bertanya untuk menanyakan subyek dari kalimatnya. Ini adalah salah satu penggunaan paling umum dari partikel wa.

2. Penggunaan Partikel Ga

Partikel ga digunakan untuk menunjukkan subjek dari kalimat, sama seperti partikel wa. Namun, perbedaan antara partikel wa dan ga adalah partikel ga digunakan untuk menunjukkan subjek yang memiliki ciri-ciri spesifik. Sebagai contoh, dalam kalimat “Ano hito wa totemo chiisai desu”, artinya “Orang tersebut sangat kecil”. Dalam kalimat tersebut, partikel wa digunakan untuk menunjukkan subyek yaitu “Ano hito” atau orang tersebut. Namun, jika kita mengganti partikel wa dengan ga, kalimat tersebut akan berarti bahwa orang tersebut kecil secara spesifik dan dibandingkan dengan orang yang lain. Jadi, ketika menggunakan partikel ga, kita sering kali menunjukkan sebuah karakteristik khusus dari subyek tersebut.

3. Contoh Penggunaan Partikel Wa dan Ga dalam Kalimat

Berikut ini adalah beberapa contoh penggunaan partikel wa dan ga dalam kalimat:

  • “Ashita wa atsui desu” artinya “Besok cuaca akan panas” dalam kalimat ini, partikel wa digunakan untuk menunjukkan subjek kalimat, yaitu “Ashita” atau “besok”.
  • “Kore ga watashi no omamori desu” artinya “Ini adalah amulet milik saya” dalam kalimat ini, partikel ga digunakan untuk menunjukkan subjek kalimat dan bahwa amulet tersebut khusus milik saya.
  • “Minna ga watashi wo matte imashita” artinya “Semuanya menunggu saya” dalam kalimat ini, partikel ga digunakan untuk menunjukkan subjek kalimatnya dan menunjukkan bahwa semua orang menunggu saya secara khusus.

4. Kesimpulan

Dalam Bahasa Jepang, partikel wa dan ga sangat penting dan sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Perbedaan penggunaan kedua partikel tersebut memang tidak terlalu jelas dan bisa membuat orang awam terkadang bingung. Oleh karena itu, kita perlu memahami perbedaannya agar bisa menggunakan partikel yang tepat dan memperkuat pemahaman kita dalam bahasa Jepang. Semoga artikel ini membantu menjelaskan perbedaan partikel wa dan ga.

Kosakata untuk menggambarkan bentuk dan ukuran


Bentuk dan ukuran isnara bahasa Jepang

Kosakata bahasa Jepang banyak digunakan dalam bahasa Indonesia, khususnya dalam kotoba bab 8 tentang menggambarkan bentuk dan ukuran. Bentuk dan ukuran adalah hal yang sering dibahas dalam kelas seni atau saat berbelanja. Dalam menggunakan bahasa Jepang untuk menggambarkan bentuk dan ukuran, ada beberapa kosakata yang harus diketahui. Berikut ini adalah daftar kosakata untuk menggambarkan bentuk dan ukuran:

Bentuk


bagian tubuh arah jepang

1. Maru (丸) – bulat
Contoh: “Hiasan dinding berbentuk maru sangat populer di Jepang.”

2. San (三) – segitiga
Contoh: “Desain logo perusahaan tersebut mirip dengan segitiga.”

3. En (円) – lingkaran
Contoh: “Dalam olahraga sumo, para pegulat berjuang di atas lingkaran besar yang disebut en.”

4. Sankaku (三角) – segitiga
Contoh: “Saat berkendara, saya menemukan banyak tanda peringatan berbentuk segitiga.”

5. Chouhou (長方形) – persegi panjang
Contoh: “Saya akan membeli meja kayu dengan bentuk persegi panjang untuk tempat kerja saya.”

6. Hantai (反対) – berlawanan
Contoh: “Kami memutuskan untuk membuat poster dengan desain berlawanan untuk menciptakan kontras yang menarik.”

Ukuran


ukuran isnara bahasa jepang

1. Chisai (小さい) – kecil
Contoh: “Anak itu memegang mainan kecil di tangannya.”

2. Ookii (大きい) – besar
Contoh: “Saya membeli sepatu besar untuk berjalan di pegunungan.”

3. Nagai (長い) – panjang
Contoh: “Kendaraan yang melaju di jalan tol itu sangat panjang.”

4. Hiru (低い) – rendah
Contoh: “Harga susu di minimarket itu sangat murah dan harganya lebih rendah dibandingkan pasar tradisional.”

5. Takai (高い) – tinggi
Contoh: “Kami mau membangun rumah dengan lantai dua supaya lebih tinggi dan bisa melihat pemandangan dari jendela kamar.”

6. Omosa (重さ) – berat
Contoh: “Koper besar biasanya berat karena berisi banyak barang.”

Dengan menguasai kosakata ini, kita dapat lebih mudah menggambarkan bentuk dan ukuran dalam bahasa Jepang. Selain itu, juga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Jepang kita. Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat dalam mempelajari bahasa Jepang.

Jenis-jenis Kata Keterangan


Jenis-jenis Kata Keterangan

Kata keterangan adalah jenis kata yang dapat memberikan informasi tambahan terkait kata kerja, kata sifat, atau kata keterangan itu sendiri. Dalam bahasa Indonesia, terdapat beberapa jenis kata keterangan yang digunakan dalam berkomunikasi sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa jenis kata keterangan beserta penjelasannya:

  1. Kata Keterangan Waktu
    Kata keterangan waktu digunakan untuk memberikan informasi mengenai waktu suatu kejadian terjadi. Contohnya adalah “hari ini”, “besok”, “kemarin”, “sekarang”, “nanti”, “belum”, “sudah”, dan masih banyak lagi. Kata keterangan waktu ini sangat penting karena dapat memberikan gambaran waktu yang jelas terkait dengan suatu kegiatan.
  2. Kata Keterangan Tempat
    Kata keterangan tempat digunakan untuk memberikan informasi mengenai lokasi atau tempat suatu kejadian. Contoh kata keterangan tempat adalah “disini”, “sana”, “dalam”, “luar”, “sebelah”, “atas”, dan lain-lain. Penggunaan kata keterangan tempat ini dapat memudahkan orang untuk memahami tempat atau lokasi yang dimaksud.
  3. Kata Keterangan Jumlah
    Kata keterangan jumlah digunakan untuk memberikan informasi mengenai jumlah suatu benda atau kegiatan. Contoh kata keterangan jumlah adalah “semua”, “sedikit”, “banyak”, “beberapa”, “sepenuhnya”, “setengah”, dan lain-lain. Penggunaan kata keterangan jumlah ini dapat memudahkan orang untuk memahami besarnya suatu jumlah dalam suatu kegiatan atau benda.
  4. Kata Keterangan Cara
    Kata keterangan cara digunakan untuk memberikan informasi mengenai cara suatu kegiatan dilakukan. Contoh kata keterangan cara adalah “dengan”, “tanpa”, “hati-hati”, “cepat”, “lambat”, dan lain-lain. Penggunaan kata keterangan cara ini dapat memudahkan orang untuk memahami proses atau cara suatu kegiatan dilakukan.
  5. Kata Keterangan Alasan
    Kata keterangan alasan digunakan untuk memberikan informasi terkait alasan suatu kejadian atau kegiatan dilakukan. Contoh kata keterangan alasan adalah “karena”, “oleh karena itu”, “sebab”, “demi”, dan sebagainya. Penggunaan kata keterangan alasan ini dapat mempermudah orang dalam memahami alasan dibalik suatu kegiatan atau kejadian.
  6. Kata Keterangan Tujuan
    Kata keterangan tujuan digunakan untuk memberikan informasi terkait tujuan atau alasan suatu kegiatan dilakukan. Contoh kata keterangan tujuan adalah “untuk”, “agar”, “supaya”, “demi”, dan sebagainya. Penggunaan kata keterangan tujuan ini dapat mempermudah orang dalam memahami tujuan atau alasan dibalik suatu kegiatan atau kejadian.
  7. Kata Keterangan Negasi
    Kata keterangan negasi digunakan untuk memberikan informasi terkait penolakan atau pengurangan terhadap suatu kegiatan atau benda. Contoh kata keterangan negasi adalah “tidak”, “bukan”, “tak”, dan sebagainya. Penggunaan kata keterangan negasi ini dapat mempermudah orang dalam memahami bahwa suatu kegiatan atau benda bersifat negatif atau tidak dilakukan.

Nah, itulah beberapa jenis kata keterangan yang biasa digunakan dalam bahasa Indonesia. Penting bagi kita untuk memahami dan menggunakan kata keterangan secara tepat agar pesan yang ingin disampaikan dapat tersampaikan dengan jelas dan mudah dipahami oleh lawan bicara kita.

Penggunaan Kata Sambung Dalam Sebuah Kalimat


Penggunaan Kata Sambung Dalam Sebuah Kalimat

Setiap kali kita berbicara atau menulis, menggunakan kata sambung dalam sebuah kalimat selalu diperlukan. Kata sambung atau konjungsi dalam bahasa Indonesia adalah kata penghubung antara dua kata, frasa, klausa, atau kalimat yang digunakan untuk membentuk hubungan arti. Kata sambung dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kata sambung koordinatif dan kata sambung subordinatif.

Kata Sambung Koordinatif


Kata Sambung Koordinatif

Kata sambung koordinatif adalah kata sambung yang digunakan untuk menghubungkan dua klausa atau lebih pada tingkat yang sama dan pada posisi yang setara. Posisi setara artinya kedua klausa tersebut mempunyai posisi yang sama dan memiliki arti yang sama pula. Jenis-jenis kata sambung koordinatif adalah “dan”, “atau”, dan “tetapi”.

Contoh penggunaan kata sambung koordinatif adalah:

“Dia suka makan bakso dan soto.”

“Apakah kamu ingin minum teh atau kopi?”

“Saya tidak tahu apa yang terjadi, tetapi saya yakin semuanya bisa diatasi.”

Kata Sambung Subordinatif


Kata Sambung Subordinatif

Kata sambung subordinatif adalah kata sambung yang digunakan untuk menghubungkan dua klausa atau lebih pada tingkat yang berbeda dan pada posisi yang tidak setara. Posisi tidak setara artinya salah satu klausa memiliki posisi yang lebih tinggi dan lebih penting artinya dari klausa yang lain, dan itu disebut klausa utama atau induk kalimat. Jenis-jenis kata sambung subordinatif adalah “bahwa”, “yang”, dan “agar”.

Contoh penggunaan kata sambung subordinatif adalah:

“Saya sudah memutuskan bahwa saya akan bersekolah di sana.”

“Dia menunjukkan bukti yang menunjukkan dia benar.”

“Saya akan memberitahukan padanya agar tidak terlambat.”

Ketidaksamaan Posisi


Ketidaksamaan Posisi

Jika kita menambahkan kata sambung subordinatif dalam sebuah kalimat, maka posisi kedua klausa tersebut akan menjadi tidak setara. Karena itu, posisi klausa yang lebih penting diberi huruf tebal dan disebut induk kalimat.

Contoh:

“Saya datang ke pesta Tika, tetapi saya jadi merasa tidak nyaman.”

Jika kita menambahkan kata sambung subordinatif agar menjadi lebih jelas, maka akan terbentuk kalimat:

“Saya datang ke pesta Tika, namun saya jadi merasa tidak nyaman karena terlalu ramai.”

Dalam kalimat tersebut, klausa pertama (saya datang ke pesta Tika) menjadi induk kalimat dan klausa kedua (saya jadi merasa tidak nyaman) menjadi anak kalimat atau klausa terikat.

Penutup


Penutup

Dalam penulisan, penggunaan kata sambung dalam sebuah kalimat sangatlah penting agar kalimat tersebut dapat dipahami dengan jelas. Penggunaan kata sambung yang tepat akan membantu menentukan hubungan antara klausa dan mempertegas arti kalimat. Oleh karena itu, kita harus selalu ingat dan menggunakan dengan benar jenis dan fungsi kata sambung yang sesuai dengan penulisan kita.

Iklan