Arti Bulan dalam Budaya Jepang


Bulan dalam Budaya Jepang

Bagi masyarakat Jepang, bulan atau tsuki memiliki makna yang sangat penting dalam kehidupan mereka. Selain memiliki nilai estetika yang tinggi, bulan dianggap sebagai lambang kecantikan, Romantisisme, dan spiritualitas. Hal ini terlihat dari banyaknya budaya dan tradisi yang berkaitan dengan bulan di Jepang.

Salah satu budaya yang paling populer berkaitan dengan bulan adalah Tsukimi atau festival persembahan bulan. Festival ini biasanya dirayakan pada bulan purnama di bulan September atau Oktober. Pada festival ini, orang-orang Jepang akan berkumpul di taman atau lingkungan pedesaan untuk menikmati keindahan bulan, melihat tanaman susu yang tumbuh di lingkungan mereka, dan menikmati makanan tradisional yang khusus dipersiapkan untuk festival tersebut.

Di festival Tsukimi, orang Jepang juga sering membawa sejumlah objek seperti roti bulan atau manju (kue Jepang berisi kacang merah) yang bertema bulan purnama. Mereka juga membuat dekorasi yang terinspirasi dari bulan seperti bulan penuh garam atau tsukimi-dango (kue dari beras klepon yang dibuat seperti bulan).

Bulan juga memiliki makna penting dalam seni tradisional Jepang. Salah satu seni yang paling terkenal adalah Ukiyo-e atau lukisan kayu. Di dalam seni ini, bulan digambarkan sebagai penghubung antara dunia manusia dan surgawi. Tentu saja, seni lukisan Ukiyo-e tidak hanya dibatasi pada gambar bulan saja, tetapi juga meliputi gambar atau lukisan tentang kecantikan dan alam yang meyakinkan serta membawa kedamaian.

Tidak hanya dalam seni, bulan juga dimasukkan ke dalam literatur Jepang. Dalam sastra Jepang (khususnya puisi), bulan menjadi tak lepas dari rima dan pilihan kata-kata secara keseluruhan. Terdapat sejumlah puisi klasik Jepang (waka) yang terkait dengan keindahan dan kemegahan bulan, seperti di dalam “tsuki ni kawatte, oshioki yo!” (“Ketika bulan penuh, ritual hukuman akan dijalankan”) yang di terkenal di seluruh lapis masyarakat Jepang.

Bulan juga memiliki peran penting dalam kegiatan spirituality. Salah satu kepercayaan populer di Jepang adalah bahwa mengamati bulan dapat membantu seseorang untuk merenung dan melatih diri untuk berdamai dengan diri sendiri. Hal ini tercermin di dalam tradisi menyebut Tangogakushi atau persembahan pada bulan purnama yang pastiane menjadi acara besar dalam agama Budha di seluruh Jepang.

Kesimpulan, tidak bisa diabaikan bahwa bulan memiliki arti yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Jepang. Bulan bukan hanya menjadi objek estetika yang indah tapi juga menjadi lambang spiritualitas, romantisisme, dan kecantikan. Dalam pembicaraan tentang bulan, kita tidak dapat melepaskan budaya dan tradisi yang terkait dengannya.

Konsep Bulan dalam Agama Shinto


Konsep Bulan dalam Agama Shinto

Agama Shinto merupakan agama yang dipraktikkan oleh masyarakat Jepang sejak ribuan tahun yang lalu. Dalam agama ini, bulan dianggap sangat penting dan memiliki peran yang besar. Bulan dalam agama Shinto memiliki beragam fungsinya, baik itu untuk perayaan, kepercayaan, hingga sebagi simbol keharmonisan alam semesta.

Menurut ajaran agama Shinto, bulan selalu dianggap suci karena dianggap memiliki kekuatan magis. Bulan dalam agama Shinto sering disebut Tsuki no Kami atau dewa bulan. Dewa bulan diyakini sebagai dewa yang dapat membantu masyarakat Jepang meraih keberhasilan dalam kehidupan mereka. Selain itu, bulan sering dihubungkan dengan berbagai ajaran spiritual agama Shinto, seperti mitos penciptaan dunia.

Dalam kultur masyarakat Jepang, bulan sering menjadi bagian dari perayaan festival. Terdapat banyak festival yang menghormati bulan dan harus dirayakan oleh seluruh masyarakat Jepang. Sebagian besar festival bulan jatuh pada tanggal 15 bulan tersebut atau dikenal sebagai Tsukimi. Tsukimi merupakan festival bulan yang diadakan pada malam Purnama di bulan September.

Selain itu, ada pula perayaan yang menghormati kemunculan bulan pertama di awal tahun, yaitu perayaan pada bulan Januari yang disebut sebagai Dangan. Di Jepang, pada saat menjelang akhir tahun tidak ada perayaan malam tahun baru, melainkan suatu ritual untuk mendoakan agar mendapatkan keuntungan dan keberuntungan di awal tahun.

Berdasarkan pengertian agama Shinto di Jepang, bahwa bulan juga dianggap simbol keindahan dan keharmonisan dalam alam semesta. Masyarakat Jepang berkeyakinan bahwa silsilah kehidupan manusia dan kehidupan makhluk diseluruh alam semesta berasal dari adanya keharmonisan yang diperlihatkan dengan selarik bulan yang terang. Kepercayaan inilah yang membuat masyarakat Jepang sering menjadikan bulan sebagai simbol kepercayaan mereka.

Selain itu, bulan juga menjadi bagian dari sejumlah seni tradisional di Jepang seperti seni menari dan melukis. Salah satunya adalah seni menari tradisional di Jepang yang disebut sebagai Kagura. Di dalam seni menari Kagura, bulan kerap dijadikan sebagai elemen penting seperti dalam tarian Tsuru no Mai atau tarian bangau dan dalam tarian Tsuki no Usagi atau tarian kelinci bulan.

Secara umum, bulan memiliki peran yang sangat penting dalam agama Shinto dan budaya masyarakat Jepang. Bulan dianggap sebagai simbol keindahan, keharmonisan, dan keberuntungan, menjadikan bulan sebagai objek vital dalam kehidupan masyarakat Jepang. Masyarakat dalam menjalankan agama Shinto menggambarkan simbol keharuan keberuntungan dalam kehidupan sehari hari mereka di dalam bersikap seimbang dalam meramalkan masa depan serta menjalankan kehidupan spiritual dan sosial dengan penuh kepercayaan.

Peringatan Festival Obon yang Dipengaruhi Bulan


Obon festival Jepang

Obon adalah festival Jepang yang diadakan setiap tahun untuk menghormati dan memberi penghormatan kepada orang yang telah meninggal. Festival ini digelar pada tanggal yang berbeda-beda di tiap daerah di Jepang, tetapi umumnya diadakan selama tiga hari pada awal Agustus. Festival Obon yang biasa dirayakan di Jepang ini ternyata mempengaruhi kepercayaan masyarakat Indonesia akan bulan dan ramalan masa depan.

Bulan dipercaya sebagai memberikan keberuntungan bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu, banyak masyarakat Indonesia yang mempercayai bahwa bulan memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari. Ada berbagai macam kepercayaan dari seluruh pelosok Nusantara tentang bulan, salah satunya berkaitan dengan festival Obon.

Obon indonesia

Ada beberapa masyarakat Indonesia yang merayakan festival Obon. Dalam tradisi tersebut, mereka percaya bahwa bulan mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan hidup. Saat hari raya Obon tiba, bulan dipercaya memberikan pengaruh besar bagi kesuksesan setiap individu. Maka dari itu, mereka akan melakukan ritual dan doa kepada leluhur agar mendapatkan rejeki yang berlimpah dan sukses dalam hidup.

Tidak hanya itu, dalam kepercayaan tersebut, bulan Obon juga dipercaya membawa datangnya bebauan yang tidak sedap. Ritual dan doa saat festival Obon juga dilakukan untuk mengusir roh jahat dan melindungi diri dari serangan makhluk halus yang konon terlihat pada malam hari saat Obon berlangsung.

Penting untuk dicatat bahwa kepercayaan ini berkaitan dengan pandangan mistis atau supra-natural yang tidak dapat diukur atau dibuktikan secara ilmiah. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa kepercayaan ini masih kental di beberapa masyarakat di Indonesia, terutama yang memiliki hubungan erat dengan Jepang atau pernah tinggal di Jepang seperti komunitas alumni perguruan tinggi Jepang.

Walau kepercayaan ini memang memiliki banyak perbedaan dengan kepercayaan Islam, yang mayoritas dianut oleh masyarakat Indonesia, namun kita semua harus tetap menghargai perbedaan dan menghormati kepercayaan orang lain. Terutama dalam kehidupan sehari-hari, sebaiknya kita lebih fokus pada menjalin hubungan sosial yang damai dan membangun kebersamaan.

Dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi saat ini, semakin mudah kita menjalin hubungan dengan orang-orang dari seluruh dunia. Hal itu membawa dampak positif dan negatif dalam menjalani kehidupan. Namun, dengan tekad yang kuat untuk menghargai perbedaan, kita akan mampu membangun jaringan sosial yang kuat dan mempercepat kemajuan masyarakat di seluruh dunia.

Momen Romantis Hanami pada Malam Purnama


Momen Romantis Hanami pada Malam Purnama

Hanami tidak melulu hanya dinikmati pada siang hari saja. Di Jepang, banyak pasangan merayakan bulan purnama atau dikenal dengan istilah Tsukimi (月見) pada saat bulan purnama. Tsukimi sendiri memiliki arti ‘melihat bulan’ dan merupakan tradisi orang Jepang yang sudah berlangsung sejak lama.

Tradisi tsukimi sangat dekat dengan keberadaan bunga chrysanthemum yang mekar pada musim gugur. Pada saat tsukimi, orang Jepang mendekorasi rumah mereka dengan bunga chrysanthemum yang diletakkan diatas meja. Selain itu, mereka juga memanggang kue tradisional Tsukimi dari tepung ketan yang dihiasi dengan bulan purnama menggunakan daun jeruk berguna untuk menunjukkan respeknya pada bulan.

Namun, bukan hanya chrysanthemum dan kue Tsukimi yang menjadi bagian dari Tsukimi yang romantis. Pasangan Jepang sering merayakan tsukimi dengan makan malam di luar rumah sambil menikmati pemandangan bulan purnama.

Berbeda dengan hanami pada siang hari, Tsukimi biasanya diperingati pada 15 Oktober, atau di malam-malam setelahnya. Saat malam Tsukimi, orang Jepang berusaha untuk mencari lokasi tidak terlalu jauh dari pantai atau daerah yang sepi dari cahaya lampu. Di malam purnama, bulan akan terlihat sangat besar dan terang. Pasangan dapat duduk berdua dengan suasana yang tenang dan menikmati malam Tsukimi, dengan dekorasi meja mereka yang romantis.

Apabila ingin mengalami momen romantis hanami pada malam Tsukimi, ada beberapa tempat di Jepang yang dapat dikunjungi:

1. Yokohama Chukagai Tsukimi Festival

Yokohama selalu menjadi tujuan wisatawan, dan tempat ini juga menyuguhkan pengalaman malam Tsukimi yang sangat indah. Yokohama Chukagai Tsukimi Festival diadakan setiap malam purnama di bulan September dan Oktober. Selain menampilkan dekorasi khas Tsukimi, Yokohama Chukagai Tsukimi Festival juga menyediakan berbagai makanan jepang dan acara panggung yang sangat menarik.

2. Arashiyama Tsukimi

Arashiyama adalah tempat yang sangat populer di Kyoto dan memegang tradisi Tsukimi dengan sangat baik. Pada masa Tsukimi, Arashiyama mengadakan perayaan dengan nuansa kuno, seperti pertunjukan musik klasik tradisional Jepang dan shortcake Tsukimi yang terbuat dari bahan dasar ubi.

3. Tsukimi Party di Alasan

Acara Tsukimi Party di daerah Alasan akan menghadirkan pengalaman bernuansa Jepang yang sangat kental. Alasan Dinasty adalah penginapan bersejarah, dibangun pada awalnya sebagai vila untuk Putri Yae, putri militer Jepang dari zaman Meiji dan Taishō. Rumah ini memiliki taman yang sangat indah dengan udara yang sejuk dan sejuk, hal ini sangat cocok bagi pasangan yang ingin merasakan sensasi hanami romantis pada malam purnama.

Momen Romantis Hanami pada Malam Purnama sangat tepat bagi Anda yang ingin merasakan pengalaman romantis dengan pasangan. Jangan ragu untuk mengunjungi tempat-tempat di Jepang yang menyuguhkan pengalaman ini dengan baik. Nikmati suasana Tsukimi bersama pasangan dengan makan malam di luar dengan memandangi bulan purnama yang sangat indah.

Tradisi dan Mitos Terkait Bulan dalam Cerita Rakyat Jepang


Bulan dalam Cerita Rakyat Jepang

Bulan memiliki pengaruh yang besar dalam budaya Jepang, termasuk dalam cerita rakyat atau legenda mereka. Sepanjang sejarah Jepang, bulan menjadi simbol penting dalam kehidupan dan kepercayaan masyarakat. Melalui tradisi dan mitosnya, budaya Jepang menganggap bulan sebagai suatu objek yang suci dan magis yang dapat memberikan inspirasi dan makna kehidupan. Berikut ini adalah beberapa tradisi dan mitos terkait bulan dalam cerita rakyat Jepang.

1. Kaguya-hime, Sang Putri Bulan


Kaguya-hime, Sang Putri Bulan

Cerita rakyat Jepang yang paling terkenal berkaitan dengan bulan adalah “Kaguya-hime”, yang mengisahkan tentang seorang putri cantik dari bulan yang turun ke bumi. Putri ini ditemukan oleh seorang petani Jepang yang menemukan seorang bayi perempuan di dalam tong sampah. Bayi itu kemudian ditumbuhkan dengan cepat dan tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik. Siapa sangka, wanita tersebut adalah putri dari bulan yang diutus ke bumi oleh para dewanya untuk menghindari bahaya.

Cerita ini menjadi populer pada abad ke-10 sampai ke-11 dan dianggap sebagai kisah kehidupan yang penuh makna. Menurut mitos, putri bulan ini dikirim ke bumi agar dapat mengalami kehidupan seorang manusia untuk memahami nilai kehidupan dan bagaimana menjadi manusia yang baik. Namun, ketika tibalah waktunya untuk kembali ke bulan, Kaguya-hime menghilang dan meninggalkan surat cinta yang menyayat hati pada petani yang membesarkannya. Cerita ini menjadi populer karena pesan moralnya tentang mencintai dengan tulus dan menghargai hidup dan takdir yang telah diberikan.

2. Tsukimi, Festival Bulan Penuh


Tuskumi Festival Jepang

Penduduk Jepang juga mempunyai tradisi yang menyambut bulan penuh setiap tahunya melalui festival tsukimi. Tsukimi atau “festival bulan penuh” dirayakan pada bulan September dan Oktober pada kalender lunisolar Jepang. Festival ini berasal dari penduduk Jepang pada zaman dulu yang menyambut musim gugur. Saat festival ini diadakan, orang Jepang meletakkan sesuatu yang mengandung bulan (seperti bulan palsu atau bola kimia) di atas meja dan menikmati minuman dan makanan tradisional seperti sake, dango, dan kacang polong. Mereka juga melihat ke bulan dan memuja kecantikannya. Festival tsukimi sangat dipercaya oleh masyarakat sebagai ritual untuk memperoleh keberuntungan dan kedamaian untuk diri sendiri dan keluarga.

3. Raijin dan Fujin, Dewa Perang dan Angin


Raijin and Fujin

Dalam mitologi Jepang, bulan dianggap sebagai objek suci yang bertanggung jawab atas kehidupan di Bumi. Namun, ada beberapa legenda dan mitos yang menggambarkan bulan sebagai sesuatu yang membawa kesialan dan bahaya. Dalam cerita rakyat Jepang, ada dua dewa yang dianggap sebagai pahlawan yang melindungi dunia dari kekuatan jahat, yakni Raijin dan Fujin.

Raijin adalah dewa guntur dan petir, sedangkan Fujin adalah dewa angin dan badai. Keduanya sering kali dilukiskan dalam gambar sebagai terlihat di atas kepala naga dan mengendalikan meteorologi yang membahayakan. Mereka dianggap memiliki kekuatan yang sangat besar untuk mempengaruhi manusia sehingga masyarakat harus berhati-hati saat melihat ke arah bulan pada saat tertentu.

4. “Moon Rabbit” atau Kelinci Bulan


Moon Rabbit

Ketika masyarakat Jepang melihat bulan purnama, mereka sering melihat gambar kelinci bulan di atas permukaan satelit Bumi. Kelinci bulan ini sangat terkenal di kalangan anak-anak dan dianggap sebagai simbol keberuntungan dan keceriaan. Menurut cerita rakyat Jepang, seekor kelinci pernah mengorbankan dirinya untuk makanan dari seorang dewa di zaman dahulu. Atas perbuatan tersebut, sang dewa kemudian mempertobatkannya menjadi makhluk suci dan diijinkan tinggal di bulan.

5. Bishamon-ten, Dewa Pelindung dari Timur


Bishamon-Ten

Dalam mitologi Jepang, bulan juga dianggap sebagai objek yang dikuasai oleh para dewa. Salah satunya adalah Bishamon-ten atau dewa pelindung dari timur. Menurut cerita rakyat, Bishamon-ten memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Selain pengaruhnya terhadap orang yang lahir pada bulan tertentu, Bishamon-ten diyakini juga bertanggung jawab atas kebaikan dan keberuntungan seseorang dalam hidup ini. Banyak orang menghormati Bishamon-ten dengan cara mengikuti upacara adat, mengunjungi kuilnya dan memberi persembahan, sesuai dengan apa yang didapat dari tradisi Jepang.

Adanya tradisi dan mitos tentang bulan dalam kebudayaan dan legenda rakyat Jepang, memperlihatkan kekuatan simbolik yang dimiliki oleh bulan bagi masyarakat setempat. Pada akhirnya, cara menghargai, menikmati, dan memaknai jalan dan ritus dalam budaya Jepang, merupakan bagian dari penyucian diri sebagai manusia. Kita dapat belajar banyak dari kearifan lokal mereka, yang menekankan nilai-nilai kehidupan yang mulia dan bahagia, berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan alam dan yang mencerminkan makna hidup yang lebih besar.

Iklan