Fenomena Hujan di Jepang


Hujan di Jepang

Jepang adalah salah satu dari negara yang sering mengalami fenomena hujan di musim gugur. Hal ini disebabkan oleh cuaca yang lebih dingin dan lembab serta adanya efek dari siklon musim dingin. Selain itu, Jepang juga sering diterpa oleh badai tropis dengan kecepatan angin yang tinggi dan hujan lebat, yang dikenal dengan sebutan “typhoon”.

Hujan di musim gugur atau yang dikenal dengan “aki-no-ame” dalam bahasa Jepang, menjadi salah satu fenomena alam yang menjadi daya tarik wisatawan yang berkunjung ke Jepang. Selain dapat menyaksikan indahnya daun-daun berubah warna pada pohon-pohon, wisatawan juga dapat merasakan sensasi hujan sejuk yang jatuh dari langit. Sebuah pengalaman yang memacu adrenalin dan menjadi saat yang tak terlupakan.

Namun, saat “typhoon” melanda Jepang, hujan yang turun tidak bisa dianggap sepele. Angin yang kencang bisa merobohkan bangunan, pohon-pohon, dan menyebabkan banjir dan longsor. Oleh karena itu, Jepang mempersiapkan diri dengan baik dan mengeluarkan banyak peringatan dan instruksi bagi masyarakat dan para wisatawan.

Di Jepang, ada salah satu jenis hujan yang unik dan banyak dikenal oleh masyarakat lokal yaitu “mendokusai-ame” atau hujan yang menjengkelkan. Hujan ini terjadi ketika intensitas hujan lebat dan terus-menerus berlangsung dalam waktu yang lama, sehingga membuat aktivitas sehari-hari menjadi sulit dilakukan.

Jepang juga dikenal dengan istilah “tsuyu” atau musim hujan yang terjadi di antara musim semi dan musim panas. Dalam kurun waktu ini, hujan sering turun dalam waktu yang lama dan terkadang disertai dengan aktivitas guntur dan kilat. Musim tsuyu ini sering dianggap sebagai musim berganti tahun bagi masyarakat Jepang karena banyak sekali perayaan tradisional yang diadakan di akhir tsuyu.

Selain itu, hujan di Jepang juga sering dikaitkan dengan sebuah legenda masyarakat Jepang, yaitu legenda “kasa-obake”. Konon katanya, hujan yang turun akan menghidupkan perasaan pada payung lama menjadi benda hidup yang bergerak dan membuat suara aneh. Legenda ini dianggap sebagai sebuah cerita yang menghibur dan memancing rasa ingin tahu bagi anak-anak.

Jadi, fenomena hujan di Jepang tidak hanya menjadi suatu kejadian alam biasa, namun memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan yang berkunjung ke sana. Selain itu, hujan juga menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Jepang yang memegang nilai-nilai keindahan alam dan tradisi.

Mitos seputar Hujan di Jepang


Jepang hujan

Hujan bukan hanya menimbulkan perasaan senang atau tidak senang di setiap negara. Berbagai mitos seputar hujan juga hadir di Jepang dan menjadi cerita yang menarik. Berikut adalah beberapa mitos seputar hujan di Jepang.

1. Jangan Pegang Pisau Saat Hujan Turun


Jepang hujan

Menurut mitos seputar hujan di Jepang, jika Anda memegang pisau saat hujan turun, maka Anda akan membuat dewa hujan marah. Bahkan, mitos ini telah menjadi bagian dari teater tradisional di Jepang yang disebut Kabuki. Dalam Kabuki, ada adegan di mana seorang aktor tidak sengaja memegang pisau saat hujan turun dan saat itu, dewa hujan muncul dan mengejar aktor tersebut.

2. Menggantung Baju di Luar Saat Hujan Akan Membawa Bencana


Jepang hujan

Menggantung baju di luar saat hujan turun selama setiap musim hujan dianggap sebagai tindakan yang membawa bencana di Jepang. Menurut mitos tersebut, dewa hujan akan memerintahkan hujan menjadi lebih deras dan membawakan bencana bagi semua orang yang menggantung bajunya di luar saat hujan turun.

Hingga saat ini, beberapa orang Jepang masih percaya bahwa mitos ini merupakan pembawa sial bagi mereka. Bahkan ada beberapa peternakan yang beroperasi di Jepang yang menyediakan tempat khusus bagi pengunjung agar mereka dapat memasukkan hewan peliharaan mereka saat hujan turun agar hewan peliharaan tersebut tidak “merusak” keadaan dan membawa bencana

3. Tidak Boleh Membuang Air Saat Hujan Turun di Malam Hari


Jepang hujan

Menurut mitos seputar hujan di Jepang, saat hujan turun di malam hari, kita tidak boleh membuang air ke jalan. Hal ini karena di malam hari, dewa hujan dikatakan sedang “jalan-jalan”. Jika kita membuang air di jalanan, dewa hujan akan marah dan membuat hujan lebih deras. Selain itu, orang Jepang juga percaya bahwa jika kita membuang air di atap rumah saat hujan turun, maka itu akan membawa keberuntungan dan melindungi rumah dari kebencian orang lain.

4. Suara Petir Memicu Kecemasan


Jepang hujan

Terkadang, selain hujan, petir juga menimbulkan rasa cemas bagi beberapa orang. Menurut mitos seputar hujan di Jepang, suara petir di malam hari adalah tanda bahwa dewa petir sedang mengambil roh nenek moyang kita dengan pedangnya. Ada juga mitos yang mengatakan bahwa ketika kita mendengar suara petir, kita tidak boleh tidur, karena itu bisa membawa mimpi buruk.

Namun, dengan demikian, orang Jepang telah mencoba menciptakan ritual untuk mengatasi kecemasan yang dibawa oleh petir. Pada saat petir, mereka melakukan seijin no hi (malam suci), yang berarti merayakan kemegahan alam semesta dengan menyanyikan lagu dan menyalakan lilin di altar keluarga mereka. Tindakan ini diharapkan dapat mengurangi ketakutan yang membawa pikiran negatif.

5. Mendengar Hujan Berisiko Membuat Kita Tergusur ke Dalam Kebodohan


Jepang hujan

Pada akhirnya, mitos seputar hujan di Jepang juga menarik. Mitos ini mengatakan bahwa orang yang terus-menerus mendengarkan suara hujan selama bertahun-tahun akan tersedot ke dalam kebodohan.

Bagi banyak orang Jepang, mendengarkan hujan bisa meredakan stres dan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Ketika hujan turun, banyak orang Jepang yang suka mendengarkan suara hujan dengan membuka jendela atau pintu. Mereka percaya bahwa suara hujan bisa membantu mereka tidur lebih nyenyak dan menenangkan pikiran.

Namun, tidak semua mitos adalah fakta. Kita semua harus mengevaluasi kepercayaan kita terhadap sebuah mitos. Tapi tidak salah untuk menjadikannya cerita yang menarik dan menyenangkan untuk dibahas dengan orang lain, kan?

Tradisi Masyarakat Jepang saat Hujan


Tradisi Masyarakat Jepang saat Hujan

Hujan memang menjadi hal yang biasa terjadi di Jepang. Oleh karena itu, masyarakat Jepang memiliki sejumlah tradisi yang berhubungan dengan hujan. Salah satu yang terkenal adalah “teru teru bozu”. Teru teru bozu adalah boneka kecil yang biasanya digantung di jendela atau pintu ketika cuaca buruk. Orang Jepang percaya bahwa dengan membuat boneka ini, hujan akan berhenti dan cuaca akan menjadi cerah. Boneka ini terbuat dari kain putih dan dihias dengan wajah kecil. Biasanya, teru teru bozu dibuat oleh anak-anak sebagai kegiatan yang menyenangkan.

Selain teru teru bozu, ada juga tradisi “tsuyu” atau “baiyuu”. Tsuyu atau baiyuu adalah musim hujan di Jepang yang umumnya terjadi pada bulan Juni hingga Juli. Namun, musim hujan ini berbeda dengan hujan biasanya. Tsuyu atau baiyuu dipercaya sebagai waktu untuk menjalin hubungan yang lebih erat dengan keluarga. Pada saat tsuyu atau baiyuu, masyarakat Jepang akan merayakan “tsuyu iri” atau acara minum teh. Selama acara ini, keluarga akan menikmati teh dan kue-kue tradisional Jepang.

Selain tsuyu atau baiyuu, ada juga tradisi “ajisai” atau “hydrangea”. Musim hujan juga menjadi waktu yang tepat untuk melihat bunga hydrangea atau ajisai. Masyarakat Jepang memiliki tradisi untuk menikmati pemandangan bunga hydrangea di tengah hujan. Pemandangan bunga hydrangea di tengah hujan biasanya dianggap sebagai momen yang indah dan memiliki keindahan yang tersendiri.

Ada juga tradisi “nagashi-somen”. Nagashi-somen adalah makanan tradisional Jepang yang populer pada musim panas. Namun, makanan ini juga terkait dengan hujan. Nagashi-somen biasanya dimakan di atas atau di dekat sungai. Makanan ini dimasak dengan menggunakan air dingin dan disajikan dengan mie halus. Makanan ini dimakan ketika hujan turun sehingga suasana akan menjadi lebih romantis.

Selain itu, ada juga tradisi “ajisai no nioi”. Ajisai no nioi biasanya dianggap sebagai aroma yang berasal dari bunga hydrangea pada musim hujan. Bau dari bunga hydrangea dianggap sebagai aroma yang dapat memberikan ketenangan di saat hujan turun. Aroma dari bunga hydrangea memang sangat khas dan sangat kuat. Beberapa orang Jepang percaya bahwa aroma dari bunga hydrangea dapat memberikan ketenangan dan ketentraman di saat hujan turun.

Kesimpulannya, masyarakat Jepang memiliki sejumlah tradisi yang berhubungan dengan hujan. Tradisi tersebut tidak hanya bersifat spiritual tetapi juga dapat dianggap sebagai tradisi budaya Jepang yang membawa kedamaian dan keindahan di tengah hujan. Dari mulai tradisi teru teru bozu, tsuyu atau baiyuu hingga tradisi ajisai atau hydrangea, dan nagashi-somen menjadi beberapa di antaranya.

Kesenian Jepang yang Menggambarkan Hujan


Ukiyo-e, a Japanese art form depicting rain and umbrellas

Salah satu kesenian yang paling mengagumkan dalam budaya Jepang yang berhubungan dengan hujan adalah Ukiyo-e. Ini adalah jenis seni lukis tradisional Jepang yang banyak menggambarkan kehidupan sehari-hari seperti pemandangan alam, orang, atau kejadian. Salah satu karya seni terkenal Ukiyo-e adalah gambar hujan dan payung, atau yang disebut “kasa-obake” (payung yang hidup). Ukiyo-e menjadi sangat populer pada abad ke-17 dan ke-19, menggambarkan keindahan hujan dan payung yang sangat disenangi oleh orang Jepang.

Bentuk seni Ukiyo-e digambarkan dengan gaya yang “sederhana”, dengan warna-warni yang sangat cerah dan kontras. Sama halnya dengan kesenian tradisional Jepang yang lain seperti Wayang dan Seni Samurainya, Ukiyo-e memiliki nilai sejarah dan nilai seni tinggi. Sejarahnya dimulai pada ialah pada masa periode Edo (1603-1868) ketika Jepang mengalami masa perkembangan industri kota yang pesat.

Ketika kamu melihat gambar Ukiyo-e, kamu pasti akan merasakan karakteristik seni tradisional Jepang dengan visual yang sangat indah. Dalam gambar, kita bisa melihat hujan yang lebat dan payung yang digunakan orang-orang untuk melindungi diri dari kebasahan. Selain itu, orang-orang yang dilukiskan berdiri di jalanan, seolah-olah mereka sedang menunggu hujan reda.

Gambar Ukiyo-e juga menggambarkan pemandangan di pedesaan, di mana sawah dan air terkesan sangat nyata. Dengan menampilkan detail yang begitu lengkap, kita bisa merasakan kehidupan di Jepang pada masa lalu. Teknik Ukiyo-e yang digunakan adalah cetakan kayu atau “woodblock print”, yaitu proses pencetakan dengan mengukir gambar ke dalam sebuah blok kayu. Maka, setelah lukisan diukir, setiap cetakan kayu berikutnya akan menghasilkan gambar yang persis sama sehingga mudah untuk didistribusikan secara massal.

Seniman Jepang yang menggambarkan Ukiyo-e selalu menampilkan kecantikan dalam hujan. Misalnya, mereka menggambarkan cahaya bulan yang bersinar melalui awan, atau sinar matahari yang muncul setelah hujan reda. Begitu juga dengan warna-warni payung dan pakaian orang-orang yang digambarkan sangat menarik perhatian kita.

Terlepas dari permukaan cerah Ukiyo-e, lukisan-lukisan ini seringkali merupakan karya seni yang sangat detail dan indah. Banyak dari karya-karya ini dapat ditemukan di museum seni di seluruh dunia, dan juga dapat dibeli di toko seni di Jepang. Jika kamu memiliki kesempatan mengunjungi Jepang dan melihat secara langsung gambar Ukiyo-e, pastinya kamu ditawarkan dalam keindahan yang minimilis dan optimis dalam gambar.

Ukiyo-e memiliki arti penting dalam budaya Jepang. Hal ini memberikan kebahagiaan dan optimisme sehingga banyak seniman Jepang saat ini masih mengembangkan lukisan Ukiyo-e, terutama yang menggambarkan tentang hujan. Kami berharap kamu akan mendapatkan kebahagiaan dari seni tradisional ini.

Kata-kata Jepang yang Mencerminkan Hujan


Kata-kata Jepang yang Mencerminkan Hujan

Bagi masyarakat Jepang, hujan membuat mereka merasa damai dan tenang, terutama ketika turun pada malam hari. Istilah-istilah dalam bahasa Jepang seringkali memiliki konotasi yang sangat erat dan unik, menggambarkan banyak yang lebih dari sekadar fenomena cuaca. Di bawah ini merupakan lima kata-kata dalam bahasa Jepang yang mencerminkan hujan:

1. Tsuyu (梅雨)


Tsuyu

Tsuyu atau musim hujan dimulai dari awal Juni hingga pertengahan Juli di Jepang. Musim hujan dianggap selalu membawa rasa keromantisan tersendiri. Bagi para penulis dan penyair, tsuyu menjadi insipirasi untuk menciptakan karya-karya seni. Musik populer dan anime juga mencerminkan tsuyu sebagai momen indah dalam kehidupan.

2. Ame-otoko (雨男)


Ame-otoko

“Ame” berarti hujan dan “otoko” artinya pria, jadi arti kata ame-otoko secara harfiah adalah pria hujan. Kata ini digunakan untuk pria yang membawa hujan ke mana pun ia pergi. Bahkan banyak orang menganggap ame-otoko memiliki kekuatan magis untuk memanggil hujan. Ame-otoko juga digunakan untuk menggambarkan orang yang selalu pesimistis dan membawa energi negatif ke sekitarnya.

3. Shigure (時雨)


Shigure

Shigure merupakan fenomena hujan yang terjadi di musim gugur. Hujan ini seringkali turun dengan lembut dan bersifat ringan dan seringkali disebut juga hujan dekat senja. Shigure dipercaya sebagai hujan yang membawa keberuntungan, kebahagiaan dan cinta yang tak terduga.

4. Samidare (五月雨)


Samidare

Samidare adalah hujan yang turun pada bulan Mei di Jepang. Namanya berasal dari karakter kanji untuk “lima”, “bulan” dan “hujan”. Samidare seringkali menjadi hujan awal musim panas. Hujan ini dipercaya dapat membersihkan udara dan tanah, membuat segala sesuatu menjadi lebih segar dan bersih. Bagi para petani, hujan ini sangat penting dalam mempersiapkan musim tanam.

5. Teru teru bozu (照 る 照 る 坊主)


Teru teru bozu

Teru teru bozu adalah boneka kecil dari kertas yang digantung di jendela atau pagar, dengan tujuan meminta turunnya hujan atau cuaca buruk. Teru teru bozu biasanya dibuat oleh anak-anak, dan mereka dipercaya sebagai “jimat” atau “amulet” dari cuaca buruk. Arti kata “Teru teru” berarti “bersinar” dan “bozu” berarti “pendeta”.

Itulah lima kata-kata dalam bahasa Jepang yang mencerminkan hujan. Masing-masing kata memiliki makna dan kepercayaannya sendiri-sendiri. Bagi masyarakat Jepang, hujan membawa banyak makna dan arti dalam kehidupannya, memperkaya pengalaman dan kebudayaannya. Masyarakat Indonesia juga memiliki banyak kata-kata yang mencerminkan hujan, yang juga memiliki arti dan makna, selayaknya kata-kata dalam bahasa Jepang.

Iklan