PERCIKKAN AIR JERNIH !

Syaikh Ridho Ahmad Shomadiy Rahimahullah berkata :

أَلَا وَهُوَ تَفَاعُلُ الدَّاعِيَةِ مَعَ مَا يَدْعُوْ إِلَيْهِ، فَإِنَّ كُلَّ إِنَاءٍ بِمَا فِيْهِ يَنْضَحُ

“Ketahuilah dan ingatlah (satu hal yang sangat penting) yaitu interaksi seorang da’i dengan apa yang ia dakwahkan, karena sesungguhnya setiap bejana memercikkan apa yang ada di dalamnya”

(Tsalatsuun Thoriqoh likhidmatiddin, I/149)

 

Seorang Guru, Ustadz, Da’i, dan Mu’allim fi sabilillah hendaknya berusaha untuk menghiasi diri mereka dengan sifat jujur. Dan Sifat jujur itu terlahir dari sebuah keikhlasan. Inilah – jujur & ikhlas – dua hal yang tak boleh terpisahkan dari diri seorang da’i fii sabiilillah. Karena jika seorang da’i terpisahkan dari dua hal tersebut apa yang ia sampaikan atau dakwahkan tak akan banyak memberi pengaruh kepada objek atau mad’u.

Seorang da’i harus berinteraksi dengan apa yang ia dakwahkan. Karena ia ibarat bejana yang banyak berisikan air sejuk yang akan ia gunakan untuk memerciki wajah para objek dakwah atau masyarakat. Inilah di antara makna kejujuran yang dimaksudkan. Tafa’uluddaa’iyah ma’a maa yad’uu ilaihi. Seorang da’i hendaknya berusaha keras untuk mengamalkan, melaksanakan, dan mengaplikasikan apa yang ia sampaikan kepada masyarakat. Karena hal itu akan sangat membantu menghantarkan masyarakat untuk mendapatkan hidayatut taufiq dari Allah Subhanahu wa ta’ala.

Artinya ilmu yang disampaikan oleh seseorang yang juga mengamalkan apa yang ia sampaikan akan menembus hati orang lain. Akan  mampu menyadarkan mereka dari kelalaian-kelalaiannya selama ini bak air jernih dan sejuk yang dipercikkan ke wajah orang yang sedang tidur terlelap. Tak menyakiti tapi cepat sadarkan diri.

Ketika seorang da’i sudah berhasil mengaplikasikan ilmu yang ia dakwahkan itu berarti ia telah mendapatkan hidayah taufiq dari Allah. Dan hendaknya ia senantiasa bersyukur kepada Allah. Karena hanya Allah semata yang memiliki hidayah taufiq. Ia akan mengarunikannya kepada siapa yang dikehendaki. Dan menahannya bagi siapa yang dikehendaki. Dan tidak ada yang mampu merubah kehendak-Nya.

Petunjuk dan kemudahan dalam beramal sholih, mengamalkan ilmu atau Hidayatut taufiqhanya akan Allah berikan kepada hamba-Nya yang senantiasa ikhlas dan jujur. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. Ar Ro’du : 27 :

وَيَقُولُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لَوْلَآ أُنزِلَ عَلَيْهِ ءَايَةٌ مِّن رَّبِّهِۦ ۗ قُلْ إِنَّ ٱللَّهَ يُضِلُّ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَنْ أَنَابَ

Katakanlah: “Sesungguhnya Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-Nya”.

Kalau seorang da’i tidak jujur dan tidak ikhlas dalam mengajarkan ilmunya, ia mengajarkan ilmunya dengan dasar riya’ dan sum’ah bukan karena mengharap ridho Allah, bagaimana mungkin ia akan mendapatkan hidayah taufiq dari-Nya ??? Justru ia akan terhalang dari hidayah dan taufiq karena tidak ikhlas dan tidak jujur. Wallahu a’lam bish showab. Nas’alullah al’aafiyah. Robbanaa laa tuzigh quluubana ba’da idz hadaitanaa.

 

 

 

 

Iklan